Lansia Jadi Tersangka Sengketa Lahan, Upaya Praperadilan Disiapkan Tim Pembela
Tim kuasa hukum Li Sam Ronyu, seorang wanita berusia 68 tahun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus sengketa tanah di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, berencana mengajukan gugatan praperadilan. Langkah ini diambil sebagai bentuk penolakan atas penetapan status tersangka yang dinilai mengandung kejanggalan prosedural.
Charles Situmorang, salah satu kuasa hukum Li Sam Ronyu, mengungkapkan bahwa gugatan praperadilan akan diajukan di Pengadilan Negeri Tangerang. Pihaknya menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tidak memenuhi unsur formil yang seharusnya dipenuhi dalam proses hukum.
"Kami berencana mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka kepada klien kami di Pengadilan Negeri Tangerang," ujar Charles Situmorang di Polres Metro Tangerang Kota.
Kasus ini bermula dari sengketa kepemilikan tanah seluas 3,2 hektar. Polisi menetapkan Li Sam Ronyu sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen terkait Akta Jual Beli (AJB) yang dimilikinya sejak tahun 1994. Ia disangkakan dengan Pasal 263, 264, dan 266 KUHP.
Namun, tim kuasa hukum menilai penetapan tersangka ini tidak wajar. Charles Situmorang menyatakan bahwa sejumlah saksi belum diperiksa oleh penyidik, dan enam AJB induk yang menjadi objek sengketa juga belum disita oleh pihak kepolisian.
"Faktanya, sampai hari ini ada beberapa saksi yang belum diperiksa oleh penyidik, dan penyitaan terhadap enam AJB induk tersebut belum dilakukan. Namun, klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka," jelasnya.
Kejanggalan lain yang disoroti oleh tim kuasa hukum adalah hasil gelar perkara khusus yang dilakukan oleh Biro Wassidik Bareskrim Polri. Hasil gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa tidak ditemukan cukup bukti tindak pidana dalam kasus ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai dasar penetapan tersangka terhadap Li Sam Ronyu.
"Kalau Mabes Polri saja bilang belum cukup bukti, lalu kenapa tetap ditetapkan sebagai tersangka? Ini janggal," tegas Charles Situmorang.
Charles Situmorang menjelaskan bahwa Li Sam Ronyu membeli lahan tersebut secara sah dari pemilik sebelumnya yang berinisial S pada tahun 1994. Sejak saat itu, Li Sam Ronyu menguasai lahan tersebut dan secara rutin membayar pajak. Bahkan, pada tahun 2007, Li Sam Ronyu menerima ganti rugi atas sebagian lahannya yang terdampak pembangunan jalan dari Pemerintah Kota Tangerang.
"Jika pada tahun 2007 pemerintah tidak melakukan verifikasi terhadap objek tersebut, bagaimana mungkin klien kami diminta hadir dan menerima uang ganti rugi? Ini kan menggunakan uang negara, tentu ada audit dan verifikasi," kata Charles Situmorang.
Selain mengajukan gugatan praperadilan, tim kuasa hukum juga telah mengirimkan surat pengaduan ke sejumlah lembaga, termasuk Irwasum Polri, Kadiv Propam Polri, dan Satgas Anti Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN. Mereka berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian yang serius dan keadilan dapat ditegakkan.
"Kami juga berharap Kapolri, Kejaksaan Agung, termasuk pihak BPN atau Satgas Mafia Tanah, turun tangan untuk melihat perkara ini. Klien kami yang ditersangkakan ini sudah berusia 68 tahun," ujarnya.
Sengketa tanah ini berlokasi di Kampung Nangka, Desa Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Menurut Charles Situmorang, tanah tersebut tiba-tiba dijual kembali oleh seseorang berinisial DK, yang mengaku sebagai ahli waris S, kepada pihak lain berinisial HR. DK menggunakan surat keterangan kehilangan AJB lama, padahal AJB asli masih berada di tangan Li Sam Ronyu. Pihak Li Sam Ronyu juga memiliki bukti pembayaran, foto, dan dokumentasi penyerahan uang jual beli.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Polres Metro Tangerang Kota terkait pernyataan dari tim kuasa hukum Li Sam Ronyu.