Arsitektur Badan Penerimaan Negara Era Prabowo: Struktur Komando Mirip Kabinet, Pengawasan Berlapis
Rencana Struktur Badan Penerimaan Negara Era Prabowo Terungkap
Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai bagian dari pemerintahan Prabowo Subianto semakin jelas. Lembaga ini dirancang sebagai entitas khusus yang fokus pada penerimaan negara, mengambil alih sebagian peran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Struktur Pimpinan dan Pengawasan
BPN akan dipimpin oleh seorang pejabat setingkat Menteri atau Kepala BPN, menunjukkan bobot politis lembaga ini. Untuk memperlancar operasional, Kepala BPN akan dibantu oleh dua wakil, yaitu Wakil Kepala Operasi (Waka OPS) dan Wakil Kepala Urusan Dalam (Waka Urdal). Struktur ini, menurut Edi Slamet Irianto dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, telah melalui proses perencanaan sejak masa kampanye dan mendapat persetujuan langsung dari Prabowo Subianto.
Uniknya, BPN tidak hanya mengandalkan pendekatan teknokratis. Lembaga ini akan memiliki Dewan Pengawas yang diperkuat oleh unsur penegakan hukum dan pertahanan. Dewan ini akan diisi oleh pejabat ex officio seperti Menko Perekonomian, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Kepala PPATK, serta empat anggota independen. Kehadiran unsur-unsur ini mengindikasikan fokus pada pengawasan yang ketat dan penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan dalam penerimaan negara.
Struktur Operasional
Secara operasional, BPN akan memiliki enam deputi yang bertanggung jawab atas bidang-bidang berikut:
- Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP
- Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom
- Deputi Penegakan Hukum
- Deputi Intelijen
Selain itu, akan ada Inspektorat Utama Badan, Sekretaris Utama, Pusat Data Sains dan Informasi, Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai, serta Kepala Perwakilan Provinsi setingkat eselon 1B. Unit vertikal akan dibentuk sesuai kebutuhan di daerah, menunjukkan ambisi untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Efektivitas dan Tantangan
Edi Slamet Irianto berpendapat bahwa pemisahan fungsi penerimaan dan pengeluaran negara adalah kunci untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang bersih. Menurutnya, fungsi penerimaan seharusnya hanya fokus pada pencatatan, penyetoran, dan pelaporan dana masuk, tanpa terlibat dalam penggunaan anggaran. Ia juga menekankan bahwa reformasi ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada utang dan membiayai program-program strategis pemerintah.
Namun, kalangan profesional seperti Pino Siddharta dari Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mengingatkan bahwa pembentukan BPN tidak secara otomatis menjamin peningkatan penerimaan pajak. Ia berpendapat bahwa masalah utama dalam penerimaan negara berasal dari persoalan internal dan eksternal di DJP dan DJBC. Jika akar masalah ini tidak diselesaikan, perubahan nama menjadi BPN tidak akan memberikan dampak signifikan.