Pengabdian di Ujung Negeri: Kisah Para Jaksa di Daerah 3T yang Penuh Tantangan

Menguji Nyali di Wilayah Terpencil: Kisah Pengabdian Jaksa di Daerah 3T

Adhyaksa Awards 2025 memberikan apresiasi khusus bagi para jaksa yang bertugas di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) melalui nominasi Jaksa Pengawal Daerah Tertinggal. Penghargaan ini menjadi simbol pengakuan atas dedikasi dan pengorbanan para penegak hukum yang berjuang di tengah keterbatasan dan tantangan geografis yang berat.

Pulau Rote, yang terletak di Nusa Tenggara Timur, menjadi salah satu contoh nyata wilayah 3T yang membutuhkan pengabdian luar biasa. Sebagai pulau paling selatan Indonesia, Rote memiliki akses yang sangat terbatas, menjadikan tugas para jaksa di sana semakin berat.

Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Zet Tadung Allo, menggambarkan Rote sebagai salah satu wilayah 3T yang paling menantang. Aksesibilitas yang minim, hanya melalui jalur laut dengan kapal yang bergantung pada cuaca, menjadi kendala utama. Kondisi ini memaksa para jaksa untuk bersabar dan rela berpisah dari keluarga dalam waktu yang lama.

"Mereka yang bertugas di Rote bisa berbulan-bulan tidak bisa pulang karena faktor cuaca," ungkap Zet Tadung Allo, menggambarkan beratnya kondisi tersebut.

Selain masalah transportasi, proses persidangan di Pulau Rote juga menghadapi kendala. Ketiadaan fasilitas pengadilan memaksa setiap agenda sidang harus dilaksanakan di Kota Kupang, yang hanya dapat dicapai melalui perjalanan laut yang penuh risiko.

"Di Rote itu belum ada pengadilan, jadi mereka harus sidang ke Kota Kupang dengan menumpang kapal laut yang ombaknya sangat besar. Ini adalah pertaruhan nyawa," jelas Zet.

Tragisnya, pengabdian di wilayah 3T tidak jarang memakan korban jiwa. Zet mengenang peristiwa pilu ketika seorang jaksa tenggelam bersama kapal saat mengantar tahanan dari Kupang ke Rote. Peristiwa ini menjadi bukti nyata betapa berat dan berbahayanya tugas di daerah terpencil.

"Dulu ada petugas yang mengantar tahanan dari Kupang ke Rote, kapalnya tenggelam dan seorang jaksa meninggal dunia," kenangnya.

Keterbatasan jumlah jaksa dan staf yang bersedia ditempatkan di wilayah 3T juga menjadi masalah serius. Di beberapa daerah, hanya ada dua hingga tiga jaksa yang bertugas, sehingga beban kerja semakin berat.

"Di sana itu rata-rata pegawainya kurang," imbuhnya.

Zet berharap agar dedikasi para jaksa di wilayah 3T dihargai dengan sistem promosi yang adil. Ia menekankan bahwa jaksa-jaksa yang pernah bertugas di daerah 3T memiliki hak untuk mendapatkan promosi setelah meninggalkan segala keterbatasan dan ketidaknyamanan yang mereka alami.

"Jaksa yang pernah ditempatkan di 3T harus ada promosinya dan berhak mendapatkan promosi setelah mengabdi di wilayah tersebut," tegasnya.

Zet juga menambahkan bahwa para jaksa yang bertugas di wilayah 3T harus memiliki ketangguhan mental dan rasa pengabdian yang tinggi.

"Mereka harus cukup tangguh dan memiliki pengabdian yang tinggi di manapun mereka ditempatkan," pungkasnya.

Adhyaksa Awards 2025 memberikan dua nominasi baru, yaitu Jaksa Kreatif dalam Edukasi Hukum dan Jaksa Pengawal Daerah Tertinggal. Masyarakat dapat memberikan penilaian dan masukan kepada panitia terkait jaksa yang layak menerima penghargaan tersebut. Panitia berharap agar informasi yang diberikan akurat, detail, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.