Bulan purnama yang dikenal sebagai Strawberry Moon telah menghiasi langit malam di berbagai belahan dunia, menawarkan pemandangan memukau bagi para pengamat langit. Fenomena astronomi ini terlihat jelas di wilayah-wilayah seperti Gaza, Berlin, hingga Valletta, memancarkan cahaya lembut yang menawan.

Strawberry Moon, yang namanya terinspirasi dari musim panen stroberi di Amerika Utara, merupakan bulan purnama terakhir sebelum titik balik matahari musim panas. Meskipun namanya mengandung kata "stroberi", bulan ini tidak benar-benar berwarna merah muda. Nama tersebut lebih mengacu pada penanda waktu dalam kalender tradisional yang terkait dengan musim panen buah stroberi oleh suku-suku asli Amerika. Cahaya yang dipancarkan oleh Strawberry Moon tetaplah khas bulan purnama, yakni berwarna putih keperakan, namun dengan sentuhan kehangatan yang subtil.

Pemandangan Strawberry Moon menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang. Di Gaza, di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, kehadiran bulan purnama ini memberikan sedikit keindahan dan ketenangan. Sementara itu, di kota-kota Eropa seperti Berlin dan Valletta, banyak warga yang menyempatkan diri untuk mengagumi keindahan Strawberry Moon, baik secara langsung maupun melalui foto dan video yang dibagikan di media sosial. Kehadiran Strawberry Moon menjadi pengingat akan keindahan alam semesta yang tak lekang oleh waktu, serta memberikan kesempatan bagi orang-orang dari berbagai latar belakang untuk bersatu dalam kekaguman terhadap fenomena langit yang menakjubkan ini.

Kehadiran bulan purnama ini juga memicu minat dalam bidang astronomi dan mendorong orang untuk belajar lebih banyak tentang alam semesta. Bagi sebagian orang, Strawberry Moon merupakan momen untuk merenung dan menghargai keindahan alam, sementara bagi yang lain, ini adalah kesempatan untuk mengagumi kebesaran alam semesta dan tempat manusia di dalamnya. Terlepas dari interpretasi pribadi masing-masing, Strawberry Moon tetaplah menjadi fenomena langit yang mempesona dan menginspirasi.