Saksi Ahli: Perintah 'Tenggelamkan' Hasto Lebih Logis Merujuk Ponsel, Bukan Ritual Larung
Ahli Bahasa UI Ungkap Makna 'Tenggelamkan' dalam Sidang Hasto Kristiyanto
Sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang. Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Frans menganalisis percakapan terkait perintah "menenggelamkan" yang diduga melibatkan Hasto. Fokus utama analisis adalah untuk mengidentifikasi apakah perintah tersebut merujuk pada ponsel atau tindakan melarung pakaian.
Frans menjelaskan bahwa berdasarkan konteks percakapan yang terjadi, perintah "menenggelamkan" lebih logis jika diartikan sebagai instruksi untuk menghilangkan atau menghancurkan ponsel, bukan untuk melakukan ritual melarung pakaian. Penjelasan ini berawal dari permintaan Jaksa untuk menganalisis pesan antara Gara Baskara dan Sri Rezeki Hastomo. Isi pesan tersebut adalah:
- "Siap Bapak," kata Gara Baskara.
- "HP ini saja. Oke, thanks. Yang itu ditenggelamkan saja. Tidak usah mikir sayang dan lain-lain," kata Sri Rezeki Hastomo.
- "Siap Bapak. Bapak izin Kus ke PIK dulu," kata Gara Baskara.
Menurut Frans, penggunaan kata "Bapak" menunjukkan rasa hormat dari lawan bicara. Ia juga menekankan bahwa kalimat "HP ini saja… Yang itu ditenggelamkan saja" mengindikasikan keberadaan dua ponsel, di mana satu ponsel diperintahkan untuk ditenggelamkan. Istilah "sayang" dalam konteks ini diartikan sebagai rasa rugi, yang berarti tidak perlu merasa rugi untuk menenggelamkan HP tersebut. Balasan "siap" menunjukkan bahwa perintah tersebut akan dilaksanakan.
Kontradiksi dengan Keterangan Saksi
Jaksa kemudian mempertanyakan ahli mengenai korelasi antara perintah "menenggelamkan" dengan kegiatan melarung pakaian, merujuk pada keterangan saksi yang menyatakan bahwa perintah tersebut sebenarnya adalah instruksi untuk melarung pakaian. Frans dengan tegas membantah interpretasi tersebut.
"Kalau baju itu direndam. Tidak ditenggelamkan. Tapi dalam konteks ini jelas sekali, dari segi bahasa, jelas sekali, kata itu, itu mengacu ke kata HP yang diatasnya. Berkaitan," tegas Frans. Ia menambahkan bahwa tidak logis jika kata "itu" dalam kalimat "yang itu ditenggelamkan" mengacu pada sesuatu yang tidak disebutkan sebelumnya dalam percakapan. Urutan waktu pesan yang berdekatan semakin memperkuat argumen bahwa percakapan tersebut saling berkaitan.
Pengakuan Staf PDIP Soal Larung Pakaian
Sebelumnya, staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, mengakui adanya perintah "menenggelamkan" dari nomor atas nama Sri Rejeki Hastomo. Namun, Kusnadi mengklaim bahwa perintah tersebut berkaitan dengan kegiatan melarung pakaian. Jaksa mencecar Kusnadi mengenai hubungan antara percakapan tentang ponsel dengan kegiatan melarung. Kusnadi berdalih bahwa kegiatan melarung tersebut dilakukan untuk mendapatkan keberkahan dan sering dilakukan oleh kader PDIP yang memiliki keinginan tertentu, seperti menjadi anggota DPR atau bupati.
Implikasi Kasus Suap dan Perintangan Penyidikan
Kasus ini bermula dari dakwaan KPK terhadap Hasto Kristiyanto terkait dugaan suap terhadap mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan memproses penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan kasus tersebut, termasuk memerintahkan Harun Masiku untuk menghilangkan jejak ponsel dan bersembunyi di kantor DPP PDIP. Akibatnya, Harun Masiku hingga kini masih menjadi buron KPK.