Gubernur Bali Pertanyakan Rasionalitas PHK di Sektor Perhotelan yang Tengah Menggeliat
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan keheranannya terkait adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri perhotelan Pulau Dewata. Menurutnya, kondisi pariwisata Bali yang menunjukkan tren positif seharusnya tidak memicu tindakan PHK, khususnya di sektor akomodasi.
"Saya merasa ini sangat aneh. Sulit dipercaya jika terjadi di sektor perhotelan," ungkap Koster dalam konferensi pers Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) ke-11 yang diselenggarakan di Nusa Dua, Kamis (12/6/2025). Koster merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan tingkat hunian hotel di Bali berada pada angka yang cukup baik, bahkan terendahnya mencapai 57 persen.
Koster secara spesifik menyebutkan bahwa hotel-hotel di kawasan Nusa Dua, Sanur, dan Ubud memiliki tingkat hunian rata-rata sekitar 70 persen. Bahkan, beberapa di antaranya mencatatkan angka hunian yang sangat tinggi, mencapai 80 hingga 90 persen. "Ini mungkin hanya isu yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," tegasnya.
Kendati demikian, Koster telah menginstruksikan Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha, untuk melakukan verifikasi terhadap informasi mengenai PHK yang terjadi di sejumlah hotel di Bali. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan akurat mengenai situasi yang sebenarnya.
Lebih lanjut, Koster menyoroti realisasi Pajak Hotel dan Restoran (PHR) di Bali selama periode Januari hingga Mei 2025 yang mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun tidak memberikan rincian angka, Koster mempertanyakan logika perusahaan yang melakukan PHK di tengah peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata. "Jika pajak hotel dan restoran meningkat, mengapa harus ada PHK? Ini tidak masuk akal. Saya menduga ini hanya rumor," ujarnya.
Sebelumnya, dilaporkan sekitar seratus pekerja di sektor pariwisata Bali mengalami PHK sejak awal tahun 2025. Selain itu, terdapat informasi mengenai penutupan pabrik Coca Cola di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, Badung, yang menyebabkan 70 karyawan kehilangan pekerjaan. Pabrik tersebut dijadwalkan berhenti beroperasi mulai tanggal 1 Juli 2025.