Sengketa Empat Pulau, DPRA dan Pemprov Aceh Intensifkan Koordinasi dengan Pemerintah Pusat

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Provinsi Aceh berencana menggelar pertemuan guna membahas langkah-langkah advokasi terkait status empat pulau yang kini masuk ke wilayah administratif Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pertemuan penting ini dijadwalkan berlangsung di Pendopo Gubernur, melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk perwakilan dari Forbes, Bupati Aceh Singkil, serta anggota DPRA.

Wakil Ketua DPRA, Ali Basrah, menyampaikan bahwa komunikasi intensif telah dilakukan dengan pemerintah daerah. Fokus utama pertemuan adalah menelaah dokumen dan bukti kepemilikan pulau-pulau tersebut, yang sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Aceh Singkil. Ali Basrah menekankan pentingnya penyelesaian sengketa ini melalui jalur komunikasi, menghindari eskalasi ke ranah hukum seperti Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika memungkinkan.

Polemik kepemilikan empat pulau ini bermula dari perbedaan interpretasi terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) tahun 1992. Dokumen tersebut, yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara, Raja Inal Siregar, dengan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, menjadi dasar klaim Pemerintah Aceh atas pulau-pulau tersebut. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa dokumen SKB 1992 masih tersimpan rapi di Pemerintah Aceh. Menurutnya, permasalahan muncul akibat kekeliruan administrasi terkait konfirmasi koordinat pada tahun 2009.

Pemerintah Aceh telah berupaya mengklarifikasi kekeliruan koordinat ini kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sejak tahun 2018 hingga 2022. Syakir menegaskan bahwa penetapan keempat pulau tersebut ke wilayah Sumatera Utara oleh Kemendagri didasarkan pada kesalahan pencatatan koordinat. Koordinat yang seharusnya menunjukkan wilayah Aceh, justru tercatat sebagai wilayah Sumatera Utara. Pemerintah Aceh berpegang pada prinsip hukum yang menyatakan bahwa kesepakatan yang telah disetujui oleh para pihak mengikat selama belum ada perubahan.

Berikut adalah poin-poin penting dalam sengketa kepemilikan pulau ini:

  • SKB 1992: Dokumen kunci yang menjadi dasar klaim Pemerintah Aceh.
  • Kekeliruan Koordinat: Kesalahan pencatatan koordinat pada tahun 2009 menjadi pemicu polemik.
  • Upaya Klarifikasi: Pemerintah Aceh telah berulang kali menyurati Kemendagri untuk mengklarifikasi kesalahan koordinat.
  • Pertemuan Koordinasi: DPRA dan Pemerintah Aceh akan menggelar pertemuan untuk membahas langkah advokasi.
  • Prioritas Komunikasi: Penyelesaian sengketa diupayakan melalui jalur komunikasi untuk menghindari proses hukum yang panjang.

DPRA dan Pemerintah Aceh berkomitmen untuk mengawal proses penyelesaian sengketa ini dengan mengedepankan kepentingan masyarakat Aceh dan berdasarkan pada bukti-bukti hukum yang kuat.