Hasto Kristiyanto Soroti Independensi Ahli Bahasa dalam Sidang Kasus Harun Masiku
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, menyampaikan kekhawatiran terkait independensi seorang ahli bahasa yang dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan suap terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan upaya menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Hasto menduga bahwa keterangan yang disampaikan oleh ahli bahasa tersebut, Frans Asisi Datang, dipengaruhi oleh interpretasi dan ilustrasi yang disajikan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Hasto, ilustrasi yang diberikan oleh penyidik KPK telah memengaruhi interpretasi ahli bahasa terhadap bukti-bukti yang ada. Hasto mengklaim bahwa penyidik KPK memanfaatkan keterangan Frans sebagai ahli bahasa untuk kepentingan mereka sendiri. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi bias dalam proses persidangan. Hasto juga menyoroti interpretasi ahli bahasa terhadap percakapan WhatsApp antara dirinya dan Saeful Bahri pada 16 Desember 2019. Pesan tersebut berisi informasi tentang penggunaan dana sebesar Rp 200 juta dari total Rp 600 juta sebagai uang muka untuk penghijauan kantor DPP PDI-P. Hasto berpendapat bahwa konteks pesan tersebut telah diputarbalikkan oleh penyidik KPK, seolah-olah dana tersebut terkait dengan suap dalam perkara PAW Harun Masiku. Hasto menyampaikan kekecewaannya atas cara penyidik KPK membangun narasi yang menurutnya menyimpang dari fakta sebenarnya. Ia menyoroti bagaimana penyidik menggunakan teks analisis kalimat terkait uang muka (DP) Rp 200 juta dari total Rp 600 juta, namun dengan perspektif yang dibangun oleh penyidik, muncul interpretasi yang berbeda di luar teks sebenarnya. Hasto menekankan bahwa ilustrasi yang dipengaruhi oleh penyidik tersebut menimbulkan keraguan akan netralitas dan objektivitas ahli bahasa dalam memberikan keterangan. Dengan demikian, Hasto mempertanyakan integritas proses persidangan dan menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang oleh penyidik KPK.