Sindikat Pemalsuan SIM di Tarakan Dibongkar, Polisi Buru Puluhan SIM Palsu yang Beredar
Sindikat Pemalsuan SIM di Tarakan Dibongkar, Polisi Buru Puluhan SIM Palsu yang Beredar
Kepolisian Resor (Polres) Tarakan, Kalimantan Utara, berhasil mengungkap jaringan pemalsu Surat Izin Mengemudi (SIM) yang beroperasi di wilayah tersebut. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, masing-masing memiliki peran sentral dalam memuluskan bisnis ilegal tersebut.
Keempat tersangka tersebut adalah MD (35), yang berperan sebagai otak sekaligus pembuat SIM palsu; LN/LW alias C (43), bertugas sebagai pencetak SIM palsu; YS (28), seorang perantara yang aktif menawarkan pembuatan SIM ilegal; dan AP (41), pemilik SIM palsu. Kapolres Tarakan, AKBP Erwin S. Manik, menyatakan bahwa penangkapan ini merupakan hasil tindak lanjut atas laporan mengenai peredaran SIM palsu yang diduga berkontribusi pada peningkatan angka kecelakaan lalu lintas di Tarakan.
Pengungkapan kasus ini bermula dari penyelidikan intensif yang dilakukan sejak Senin (9/6/2025). Tim Reskrim berhasil mengamankan MD, seorang karyawan toko percetakan yang berlokasi di Kelurahan Karang Anyar, Tarakan Barat. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa mayoritas SIM yang dipalsukan adalah SIM A dan SIM B2. SIM-SIM palsu ini umumnya dipesan oleh individu yang berencana melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga pengemudi.
AKBP Erwin menjelaskan bahwa proses pembuatan SIM B2 yang resmi memerlukan persyaratan ketat, termasuk usia minimal 22 tahun, pengalaman mengemudi minimal 12 bulan dengan SIM A dan SIM B1, serta lulus ujian teori dan praktik yang diselenggarakan oleh kepolisian. Biaya pembuatan SIM B2 baru adalah Rp 120.000, sedangkan perpanjangannya Rp 80.000, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020.
Modus operandi sindikat ini terbilang rapi. YS berperan sebagai calo yang mencari calon karyawan yang membutuhkan SIM B2 palsu. Ia menawarkan jasa pembuatan SIM palsu dengan tarif Rp 1,3 juta. Data calon korban kemudian dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp kepada MD, yang menerima upah Rp 400.000 untuk setiap SIM palsu yang berhasil dibuat. MD mengedit data tersebut menggunakan komputer di tempat kerjanya.
Awalnya, MD berencana mencetak SIM palsu di tempat kerjanya, namun niatnya urung setelah diketahui oleh atasannya. Ia kemudian mencari tempat lain dan menemukan LN di Jalan Jenderal Sudirman, Kelurahan Karang Anyar. LN menggunakan kertas PVC card kit dan mesin fotokopi warna untuk mencetak SIM palsu. Setelah dicetak, SIM tersebut dipres menggunakan mesin press agar menyerupai SIM asli.
Setelah SIM palsu selesai dibuat, MD mengirimkannya kepada pemesan melalui jasa speed boat. Peredaran SIM palsu ini tidak hanya terbatas di Tarakan, namun juga menjangkau wilayah Kalimantan Timur. Untuk setiap SIM, LN menerima upah Rp 30.000 dari MD, sementara MD meraup keuntungan hingga Rp 850.000 per SIM.
Menurut pengakuan tersangka, aktivitas pemalsuan SIM ini telah berlangsung sejak tahun 2023, sempat terhenti, dan kembali aktif pada tahun 2025. Polisi masih terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap kemungkinan adanya SIM palsu lain yang berhasil dicetak oleh MD.
Secara kasat mata, SIM palsu ini memang terlihat mirip dengan SIM asli. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, terdapat perbedaan pada hologram, ketebalan kartu, warna, huruf, dan barcode. MD mengaku telah mencetak sekitar 30 SIM palsu, namun polisi baru berhasil mengamankan 13 SIM. Kasus ini masih terus dalam pengembangan.
Dalam penggerebekan, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk seperangkat komputer, mesin cetak, kertas PVC, ponsel, dan bukti transaksi lainnya. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Polres Tarakan mengimbau kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati dan tidak tergiur dengan tawaran pembuatan SIM ilegal. Proses pembuatan SIM yang sah harus melalui prosedur resmi yang ditetapkan oleh kepolisian. Masyarakat juga diminta untuk melaporkan kepada pihak berwajib jika menemukan indikasi adanya praktik pemalsuan SIM di lingkungan sekitar.