Fenomena Sunspot dan Pengaruhnya Terhadap Anomali Cuaca di Indonesia: Analisis Pakar Meteorologi IPB
Indonesia saat ini tengah mengalami musim kemarau, namun anomali cuaca berupa curah hujan tinggi di beberapa wilayah memunculkan istilah "kemarau basah". Fenomena ini menarik perhatian para ahli meteorologi, salah satunya dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sonni Setiawan, seorang dosen dan pakar meteorologi dari IPB, menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang memicu kondisi kemarau basah ini. Faktor-faktor tersebut meliputi pola monsun, anomali iklim, dan aktivitas matahari.
Peran Aktivitas Matahari (Sunspot)
Salah satu aspek penting yang disoroti oleh Sonni adalah aktivitas matahari, khususnya sunspot. Sunspot merupakan area gelap pada permukaan matahari yang menandakan peningkatan aktivitas radiasi. Aktivitas ini dapat memperbesar gradien potensial listrik dalam awan, sehingga meningkatkan frekuensi hujan yang disertai petir. Peningkatan sunspot juga menyebabkan matahari memancarkan lebih banyak partikel energi seperti sinar kosmik yang mempercepat kondensasi dan pembentukan awan.
Pemanasan Radiasi Matahari di Belahan Bumi Selatan
Sonni menjelaskan bahwa pemanasan radiasi matahari di Belahan Bumi Selatan (BBS) menyebabkan tekanan udara di wilayah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Belahan Bumi Utara (BBU). Hal ini memicu pergerakan angin dari BBU ke BBS. Musim didefinisikan berdasarkan posisi semu matahari relatif terhadap pengamat di permukaan bumi. Ketika matahari berada di selatan khatulistiwa, BBS menerima radiasi matahari yang lebih intens.
Pengaruh Fenomena Iklim Lainnya
Selain aktivitas matahari, fenomena iklim seperti La Nina, El Nino, dan Indian Ocean Dipole (IOD) juga berperan dalam kemarau basah. La Nina terjadi ketika suhu laut di Samudera Pasifik tengah dan timur mengalami pendinginan. Fenomena-fenomena ini dapat memodulasi intensitas hujan ekstrem dalam jangka pendek, bahkan memperkuat efek hujan di musim kemarau.
Saat ini, IOD menunjukkan kondisi netral sehingga dampaknya terhadap kemarau basah relatif kecil. Sonni menambahkan bahwa saat ini tidak ada indikasi kuat El Niño atau La Niña. Aktivitas sunspot yang berulang setiap 11 tahun dan sedang berada pada puncaknya sejak 2024 dan masih aktif pada 2025 menjadi perhatian utama.
Dampak Kemarau Basah
Kemarau basah dapat berdampak signifikan pada sektor pertanian. Kualitas panen berpotensi menurun akibat curah hujan yang tinggi dan terus-menerus. Pola tanam yang telah disesuaikan dengan musim kemarau juga dapat terganggu akibat curah hujan yang tidak menentu.
Di wilayah dengan permukaan lebih rendah, seperti wilayah pesisir, risiko banjir rob juga meningkat. Meskipun banjir rob disebabkan oleh pasang air laut akibat gaya gravitasi bulan, hujan deras yang terus-menerus dapat memperburuk kondisi ini, terutama jika terjadi bersamaan dengan pasang maksimum.