Visum Ungkap Kerusakan Serius pada Korban Kekerasan Seksual Oknum Mantan Kapolres di NTT
Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terus bergulir dengan temuan yang mengkhawatirkan. Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengumumkan hasil visum terhadap salah satu korban, seorang anak perempuan berusia 6 tahun berinisial IBS, yang menunjukkan adanya kerusakan serius pada bagian vitalnya.
Berdasarkan keterangan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, Anak Agung Raka Putra Dharmana, hasil visum et repertum mengindikasikan robekan pada selaput dara korban yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa telah terjadi tindak asusila yang mengakibatkan cedera fisik signifikan pada korban.
Selain itu, Kejati NTT juga menyoroti peran seorang mahasiswi Politeknik Negeri Kupang bernama Stefani Doko Rihi alias Fani, yang diduga kuat menjadi fasilitator dalam serangkaian kasus kekerasan seksual ini. Fani juga diduga terlibat dalam jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang semakin memperparah kompleksitas kasus ini.
Keterlibatan Fani menunjukkan bahwa kejahatan ini tidak hanya meninggalkan luka fisik dan trauma psikologis pada korban, tetapi juga berpotensi merusak sendi-sendi sosial dan nilai-nilai kemanusiaan. Aparat penegak hukum terus mendalami peran Fani dan kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat.
Kejati NTT mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan berperan aktif dalam mencegah terjadinya TPPO. Langkah-langkah pencegahan yang disarankan meliputi peningkatan pengawasan terhadap anak-anak, serta mendorong pelaporan jika ada indikasi eksploitasi.
"Perlindungan terhadap anak dan pencegahan TPPO adalah tanggung jawab kita bersama demi masa depan generasi yang lebih aman, bermartabat, dan bebas dari kekerasan," tegas Raka Putra. Pihaknya mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dalam melindungi anak-anak dari ancaman kekerasan dan eksploitasi.
Kasus ini menjadi perhatian serius dan diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan nyata dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual dan TPPO.