Ni Ketut Arini: Dedikasi Abadi Sang Maestro Tari Bali di Usia Senja

Di usianya yang menginjak 82 tahun, semangat Ni Ketut Arini, seorang maestro tari Bali, terus membara. Dengan kebaya kuning cerah dan kain kamben hijau kecokelatan yang dikenakannya, Arini memancarkan energi yang luar biasa saat melangkah menuju ruang latihan di Sanggar Tari Warini, sebuah wadah seni yang didirikannya sejak tahun 1973. Sanggar yang terletak di Gang Soka, Jalan Kecubung, Denpasar ini telah menjadi saksi bisu lahirnya banyak penari handal.

"Saya melakukan semua ini dengan hati," ungkap Arini dengan tulus saat ditemui di kediamannya di Denpasar. Baginya, mewariskan seni tari Bali kepada generasi penerus adalah sebuah panggilan jiwa. Ia meyakini bahwa ilmu tari yang dimilikinya bukan hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi harus dibagikan kepada siapapun yang memiliki minat dan kecintaan pada seni budaya Bali.

Dedikasi Arini tidak terbatas pada anak-anak dan murid-murid di Pulau Dewata. Ia juga membuka pintunya bagi warga negara asing yang ingin mempelajari keindahan dan filosofi tari Bali. "Saya beberapa kali diminta mengajar tari di Jepang," kenangnya.

Perjalanan panjang Arini dalam dunia tari tidak lepas dari peran penting sang guru, Wayan Rindi. "Beliau memang keras, tetapi didikan beliau sangat bermanfaat bagi saya," ujarnya. Arini bercerita tentang pengalamannya mengajar di berbagai desa, dan bagaimana nama Sanggar Warini merupakan penghormatan kepada gurunya dengan menggabungkan nama mereka berdua.

Selain Wayan Rindi, sosok ayahnya, I Wayan Saplug, seorang seniman tabuh, juga memberikan pengaruh besar dalam hidupnya. Ayahnya mendorong Arini untuk mulai belajar menari sejak usia dini. Ia masih ingat bagaimana ayahnya sering mengajak menonton pertunjukan Gandrung dan selalu meminta untuk diajak menyaksikan pertunjukan tari yang baru agar bisa mempelajarinya.

Kecintaannya pada seni tari Bali tak pernah pudar. Hingga kini, Arini masih aktif mengajar anak-anak. "Sekarang tetap mengajar anak-anak. Tapi Sabtu dan Minggu harus istirahat. Olahraga ringan, agar kaki tidak lemah, biar tetap bisa menari," tutur Arini, yang telah menari sejak usia 4 tahun. Semangat dan dedikasinya adalah inspirasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan seni budaya Bali.