Kenaikan Gaji Hakim hingga 280 Persen Diharapkan Jadi Benteng Terhadap Korupsi Akibat Desakan Ekonomi
Peningkatan signifikan gaji hakim di Indonesia, yang mencapai 280 persen untuk golongan terendah, mendapat sorotan dari berbagai pihak. Langkah ini diharapkan dapat menekan praktik korupsi yang disebabkan oleh kebutuhan ekonomi mendesak atau yang dikenal dengan istilah "corruption by need".
Seorang peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menyampaikan pandangannya bahwa kenaikan gaji ini merupakan langkah positif dalam upaya pemberantasan korupsi. Dengan meningkatnya kesejahteraan hakim, diharapkan godaan untuk menerima suap atau gratifikasi akibat keterbatasan ekonomi dapat diminimalisir. Kondisi kerja hakim, terutama di daerah terpencil dengan biaya hidup tinggi, seringkali menjadi pemicu tindakan koruptif. Gaji yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar dapat mendorong hakim untuk mencari penghasilan tambahan melalui cara-cara yang tidak benar.
Namun, peneliti tersebut juga mengingatkan bahwa kenaikan gaji bukanlah solusi tunggal untuk memberantas korupsi secara menyeluruh. Korupsi yang didorong oleh keserakahan atau "corruption by greed" tidak akan terpengaruh oleh peningkatan kesejahteraan. Kasus-kasus yang melibatkan hakim senior dengan penghasilan tinggi yang tetap terlibat dalam praktik suap menjadi bukti bahwa faktor integritas dan moralitas juga memegang peranan penting.
Oleh karena itu, reformasi sistem manajemen sumber daya manusia di lembaga peradilan menjadi krusial. Sistem rekrutmen dan promosi harus diperketat untuk memastikan bahwa hanya hakim-hakim yang berintegritas tinggi yang dapat menduduki posisi-posisi strategis. Selain itu, pengawasan internal dan eksternal harus diperkuat untuk mendeteksi dan mencegah tindakan korupsi sejak dini. Sanksi yang tegas dan transparan juga harus diterapkan untuk memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Presiden RI, Prabowo Subianto, sebelumnya telah mengumumkan kenaikan gaji hakim dengan variasi sesuai golongan. Kenaikan tertinggi diberikan kepada hakim golongan junior sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan aparat penegak hukum. Meski demikian, implementasi kebijakan ini harus diikuti dengan langkah-langkah komprehensif lainnya untuk menciptakan sistem peradilan yang bersih dan berwibawa.
Upaya peningkatan kesejahteraan hakim harus dipandang sebagai investasi jangka panjang dalam membangun sistem peradilan yang adil dan terpercaya. Dengan hakim yang sejahtera dan berintegritas, diharapkan putusan-putusan pengadilan dapat lebih objektif dan berkeadilan, sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan lembaga peradilan.