ISNU Menggagas Pembentukan Badan Penerimaan Negara Demi Tata Kelola Fiskal yang Lebih Baik

Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) menggelar forum diskusi penting yang membahas urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) di tengah kondisi fiskal negara yang sedang menghadapi tantangan. Forum bertajuk ISNU Forum on Investment, Trade, and Global Affairs ini menjadi wadah bagi para cendekiawan, akademisi, dan tokoh masyarakat dari berbagai latar belakang untuk bertukar pikiran dan mencari solusi konstruktif terkait tata kelola fiskal di Indonesia.

KH Aizuddin Abdurrahman (Gus Aiz), tokoh penting dari PBNU, menekankan esensi dari forum semacam ini dalam memberikan kontribusi nyata bagi negara. Beliau menyoroti bahwa pengelolaan pajak yang efektif memerlukan lebih dari sekadar kepintaran. Menurutnya, tiga elemen krusial yang harus dimiliki adalah kepintaran, keberanian, dan kebenaran. Gus Aiz menjelaskan bahwa prinsip-prinsip regulasi perpajakan harus dijalankan dengan kecerdasan, didukung oleh keberanian, dan dilandasi oleh kebenaran.

"Pintar dan berani saja tidak cukup, harus benar. Jadi, apa yang diupayakan harus benar," ujarnya, menekankan pentingnya integritas dalam setiap upaya yang dilakukan.

Forum ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun, pendiri Danny Darussalam Tax Center (DDT) Darussalam, dan Guru Besar Hukum Politik Perpajakan Nasional, Edi Slamet Irianto. Mereka sepakat bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara merupakan solusi struktural yang mendesak untuk mengatasi defisit penerimaan dan memulihkan kepercayaan publik. Gagasan ini dianggap penting untuk memisahkan fungsi perumusan kebijakan fiskal dari fungsi pelaksanaan penerimaan, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

Diskusi ini juga melibatkan partisipasi aktif dari Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI), yang menekankan pentingnya inklusivitas dalam perumusan kebijakan publik. Perwakilan KCBI, termasuk Ketua Harian DPP KCBI Eric Fernardo dan Ketua Bidang Media & Komunikasi Erwin Hartono, menyampaikan komitmen KCBI untuk memperkuat dialog lintas iman dan memperjuangkan tata kelola ekonomi yang adil.

Beberapa poin penting yang mengemuka dalam diskusi:

  • Urgensi Pembentukan BPN: Para peserta sepakat bahwa pembentukan BPN merupakan langkah strategis untuk mengatasi defisit penerimaan negara dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap tata kelola fiskal.
  • Pemisahan Fungsi: Pemisahan fungsi perumusan kebijakan dan pelaksanaan penerimaan diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
  • Inklusivitas: Keterlibatan berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh lintas agama dan cendekiawan Buddhis, dianggap penting dalam merumuskan kebijakan publik yang berkeadilan.
  • Prinsip Keadilan Sosial: Wacana pembentukan BPN harus berlandaskan pada prinsip keadilan sosial dan semangat gotong royong, bukan hanya pertimbangan teknokratis semata.

Forum ditutup dengan seruan kolaboratif dari para tokoh lintas agama dan akademisi. Mereka sepakat bahwa wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) tidak boleh berhenti pada ranah teknokratis semata, melainkan harus berlandaskan pada prinsip keadilan sosial dan semangat gotong royong.