Papua Terancam PSU Jilid II, Wamendagri: Daerah Sudah Angkat Tangan Soal Anggaran

Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait potensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) jilid II di Provinsi Papua. Hal ini disampaikan dalam acara peringatan HUT ke-13 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta Pusat, Kamis (12/06/2025).

Ribka Haluk secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian jika skenario PSU jilid II benar-benar terjadi. Alasannya, pemerintah daerah di Papua sudah berada di titik nadir, khususnya dalam hal anggaran pembiayaan.

"Saya sudah telusuri seluruh APBD yang ada di daerah. Jujur saja, hampir semua rekan-rekan di daerah ini sudah dalam posisi angkat tangan," ujarnya dengan nada prihatin. "Dan saya sudah melaporkan kepada Bapak Menteri, jika sampai terjadi PSU lagi (jilid II), saya mohon ampun," imbuhnya sambil mengangkat tangan.

Menurut Ribka, beberapa daerah di Papua saat ini masih disibukkan dengan pelaksanaan PSU sebagai konsekuensi dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilkada. Ia menekankan pentingnya penyelenggara pemilu menjalankan proses PSU dengan serius dan cermat agar tidak memicu terjadinya PSU jilid II yang disebabkan oleh kelalaian penyelenggara.

"PSU yang masih berlangsung ini menjadi tanggung jawab kita bersama," tegasnya.

Sebelumnya, Ribka Haluk telah memastikan ketersediaan anggaran sebesar Rp 160 miliar untuk pelaksanaan PSU di Provinsi Papua. Kepastian ini diperoleh melalui penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dengan penyelenggara pemilu dan pihak keamanan.

"Jika NPHD sudah ditandatangani, itu artinya sudah ada dasar hukumnya. Sudah pasti bahwa (PSU) akan dibiayai sesuai dengan NPHD yang ada," jelas Ribka pada Kamis (15/05/2025).

Ribka Haluk menegaskan komitmen Kemendagri untuk terus mendampingi pemerintah daerah yang melaksanakan PSU. Pendampingan ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan PSU berjalan sesuai dengan ketentuan, terutama terkait dukungan APBD untuk pembiayaan.

Ia menjelaskan bahwa pembiayaan PSU Papua yang dijadwalkan pada 6 Agustus 2025 menggunakan APBD merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

"Itu adalah amanat undang-undang. Jadi, kita mengimplementasikan atau melaksanakan amanat tersebut," tambahnya.

Sebagai informasi, Provinsi Papua menjadi salah satu daerah yang diperintahkan untuk melaksanakan PSU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Februari 2025. Dalam putusannya, MK memerintahkan KPU Provinsi Papua untuk menggelar PSU tanpa melibatkan salah satu calon gubernur, Yermias Bisai, karena terbukti tidak jujur dan tidak beritikad baik dalam memenuhi persyaratan pencalonan. Masyarakat diharapkan dapat mengawasi dengan ketat pelaksanaan pemungutan suara ulang yang harus diselenggarakan paling lambat 180 hari sejak putusan dibacakan.