Industri Perhotelan Jambi Merana: PHK Massal Warnai Dampak Kebijakan Efisiensi Anggaran
Industri Perhotelan Jambi Bergulat dengan Dampak PHK Massal di Tengah Harapan Kebijakan Baru
Industri perhotelan di Jambi saat ini tengah menghadapi tantangan berat akibat penurunan drastis pendapatan yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah daerah menjadi penyebab utama kemerosotan ini, memukul sektor perhotelan yang sangat bergantung pada kegiatan meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) yang sebelumnya rutin diselenggarakan oleh instansi pemerintah.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jambi, Yudhi Irwanda Gani, mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi telah menyebabkan tingkat hunian hotel anjlok hingga 30-40 persen. Penurunan ini berimbas langsung pada pendapatan hotel, yang merosot hingga 60 persen pada tahun sebelumnya. Akibatnya, manajemen hotel terpaksa mengambil langkah ekstrem dengan mengurangi belanja gaji karyawan melalui PHK.
"Kita terpaksa kurangi belanja gaji karyawan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK)," ujar Yudhi.
Kondisi ini diperparah dengan belum adanya dampak signifikan dari kebijakan baru Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang membolehkan pemerintah daerah menggelar rapat di hotel. Yudhi menjelaskan bahwa kebijakan tersebut belum dapat dirasakan karena belum adanya peraturan menteri (Permen) yang mengatur secara detail pelaksanaannya. Ia berharap agar peraturan resmi segera diterbitkan, setidaknya setingkat peraturan menteri, untuk menghilangkan keraguan di daerah dalam menggunakan anggaran untuk kegiatan di hotel.
"Kebijakan baru belum dapat dirasakan mengingat belum adanya peraturan menteri (Permen) yang mengatur hal tersebut," kata Yudhi.
Sebagai daerah yang bukan merupakan tujuan wisata utama, Kota Jambi sangat bergantung pada belanja pemerintah daerah sebagai sumber pemasukan utama bagi sektor perhotelan. Yudhi menambahkan bahwa tingkat hunian hotel di Jambi tidak bisa sepenuhnya mengandalkan tamu dari luar daerah maupun masyarakat lokal.
"Hasil audiensi dengan pemerintah daerah, dengan kebijakan efisiensi, mereka mengalihkan anggaran kegiatan di hotel dan restoran ke belanja lain," jelasnya.
Di tengah situasi sulit ini, pelaku industri perhotelan di Jambi menaruh harapan besar pada semester kedua tahun 2025. Pernyataan Mendagri yang membolehkan kegiatan rapat kembali digelar di hotel diharapkan dapat membawa angin segar dan memulihkan kondisi sektor perhotelan yang tengah terpuruk. Namun, tanpa adanya regulasi yang jelas dan implementasi yang efektif, kebijakan ini dikhawatirkan tidak akan memberikan dampak signifikan.
Berikut beberapa poin penting yang menggambarkan kondisi industri perhotelan di Jambi saat ini:
- Penurunan Okupansi: Tingkat hunian hotel anjlok hingga 30-40 persen akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah.
- Penurunan Pendapatan: Pendapatan hotel merosot hingga 60 persen pada tahun sebelumnya.
- PHK Massal: Manajemen hotel terpaksa melakukan PHK untuk mengurangi beban operasional.
- Harapan pada Kebijakan Baru: Pelaku industri berharap kebijakan baru Mendagri dapat memulihkan kondisi sektor perhotelan.
- Ketergantungan pada Belanja Pemerintah: Sektor perhotelan di Jambi sangat bergantung pada belanja pemerintah daerah karena bukan merupakan tujuan wisata utama.