Menara Komunikasi Mangkrak di Krayan: Harapan Warga Akan Akses Internet Terkubur?

Impian warga Desa Binuang, Kecamatan Krayan Tengah, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, untuk menikmati akses internet yang memadai tampaknya masih jauh dari kenyataan. Sebuah menara komunikasi setinggi 73 meter, yang digadang-gadang menjadi solusi atas permasalahan konektivitas di wilayah tersebut, justru terbengkalai sejak rampung dibangun pada tahun 2016.

Menara yang menjulang tinggi itu kini hanya menjadi saksi bisu harapan yang belum terwujud. Rumput liar tumbuh subur di sekelilingnya, sementara kabel-kabel menjuntai tak terurus, menambah kesan terlantar. Kondisi ini memicu kekecewaan mendalam di kalangan warga yang telah lama menantikan hadirnya jaringan internet.

Frans Jhonson, seorang tokoh pemuda setempat, mengungkapkan kekecewaannya atas kondisi menara yang memprihatinkan itu. Ia mempertanyakan keseriusan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) dalam mengoperasikan fasilitas yang seharusnya menjadi urat nadi komunikasi di Krayan. "Jika memang tidak bisa difungsikan, lebih baik dibongkar saja," ujarnya dengan nada geram.

Menurut penuturan Frans, warga dengan sukarela telah menghibahkan lahan untuk pembangunan menara tersebut. Mereka berharap, dengan adanya menara komunikasi, akses internet dapat dinikmati, sehingga mendukung berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, sosial, hingga pemerintahan. Namun, hingga tahun 2025, janji manis tentang WiFi gratis untuk sekolah dan kantor pemerintahan tak kunjung ditepati. Akibatnya, Desa Binuang, yang notabene merupakan ibu kota Kecamatan Krayan Tengah, masih harus mengandalkan sinyal dari desa tetangga, Long Padi dan Ba Liku, untuk terhubung ke dunia maya.

Warga merasa bahwa menara komunikasi ini sangat vital bagi kemajuan Krayan. Mereka mendesak Pemprov Kaltara untuk segera mengambil tindakan nyata, entah dengan mengoperasikan menara yang sudah ada, atau menyediakan solusi alternatif, seperti Base Transceiver Station (BTS) mini yang berfungsi dengan baik.

Kepala Bidang Aplikasi Informatika Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (DKISP) Kaltara, Deddy Harryady, menjelaskan bahwa pembangunan menara di Desa Binuang merupakan respons terhadap aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui DPRD Provinsi pada akhir tahun 2016.

Pasca-pembangunan, Pemprov Kaltara telah berupaya untuk menghadirkan BTS dengan menggandeng operator seluler. Namun, upaya ini terkendala oleh persyaratan minimal jumlah pengguna, yakni 1.000 orang. Pada tahun 2022, DKISP mencoba untuk melakukan pengadaan repeater melalui lelang, dengan harapan dapat menangkap sinyal dari menara terdekat. Sayangnya, tidak ada perusahaan yang tertarik untuk mengikuti lelang tersebut.

Koordinasi dengan Telkomsel Tarakan pada akhir tahun 2022 juga tidak membuahkan hasil. Kondisi geografis Binuang yang dikelilingi oleh gunung dan perbukitan menjadi kendala utama dalam penangkapan sinyal. Selain itu, ketersediaan listrik yang belum 24 jam di Binuang juga menjadi hambatan operasional BTS.

"Kabel fiber optik belum dapat dimanfaatkan karena akses jalan belum memadai. Solusi yang paling memungkinkan saat ini adalah BTS berbasis satelit," ungkap Deddy.

Deddy menegaskan bahwa Pemprov Kaltara tetap berkomitmen untuk menghadirkan jaringan internet di Binuang, meskipun operator seluler enggan berinvestasi karena alasan profitabilitas. Gubernur Kaltara bahkan telah menyurati Kementerian Komunikasi dan Digital (Kominfo) serta Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) pada tanggal 17 April 2025, meminta agar menara komunikasi tersebut dapat segera dimanfaatkan.

"Semoga surat ini dapat membuahkan hasil," pungkas Deddy, menyiratkan harapan agar permasalahan konektivitas di Krayan dapat segera teratasi.

Daftar kendala yang dihadapi:

  • Syarat minimal 1.000 pelanggan dari operator seluler.
  • Tidak ada perusahaan yang berminat dalam pengadaan repeater.
  • Kondisi geografis Binuang yang berbukit dan pegunungan.
  • Keterbatasan listrik yang belum 24 jam.
  • Akses jalan untuk fiber optik belum memadai.

Solusi yang memungkinkan:

  • BTS berbasis satelit.
  • Menunggu tindak lanjut dari Kementrian Komunikasi dan Digital serta BAKTI.