Sanggahan Hasto Kristiyanto Ditolak Ahli Bahasa UI dalam Sidang Kasus Harun Masiku
Ahli Bahasa UI Teguh pada Pendapatnya Meski Disanggah Hasto Kristiyanto dalam Sidang Kasus Suap
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, melayangkan keberatan atas keterangan yang disampaikan oleh ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dengan terdakwa Harun Masiku. Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (12/6/2025) tersebut diwarnai adu argumentasi, namun Frans Asisi tetap berpegang pada keterangannya.
Keberatan Hasto bermula dari penilaiannya terhadap keterangan ahli yang dianggap rancu dan terkait penyebutan sosok 'Bapak'. Hasto menegaskan bahwa sosok 'Bapak' yang dimaksud oleh ahli bukanlah dirinya.
"Saya ada beberapa keberatan Yang Mulia, yang pertama keberatan dengan keterangan ahli karena keterangannya rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteks," ujar Hasto dalam persidangan.
Lebih lanjut, Hasto menyoroti penyebutan 'Bapak' sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nur Hasan dan Harun Masiku, yang menurutnya diinterpretasikan oleh ahli sebagai dirinya, Hasto Kristiyanto, karena dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik.
Hakim kemudian menanyakan langsung kepada Frans Asisi mengenai kemungkinan perubahan pendapatnya. Namun, Frans Asisi dengan tegas menyatakan tetap pada keterangannya.
"Bagaimana ahli?" tanya hakim.
"Iya tetap," jawab Frans.
Selain itu, Hasto juga mempertanyakan netralitas ahli dalam memberikan keterangan. Ia berpendapat bahwa seorang ahli seharusnya bersikap netral dan mempertimbangkan konteks secara menyeluruh dalam menganalisis suatu keterangan.
"Yang ketiga sebagai ahli seharusnya bersikap netral dan melihat konteks dengan melakukan pemeriksaan terhadap keterangan-keterangan yang lain, untuk mendukung konteks, yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait termasuk dalam persidangan yang terbuka untuk umum," imbuh Hasto.
Frans Asisi membela diri dengan menyatakan bahwa dirinya memberikan keterangan berdasarkan keahliannya sebagai ahli bahasa, bukan sebagai saksi yang melihat fakta persidangan.
Keberatan lain yang diajukan Hasto adalah terkait penggambaran rumah di Jalan Sutan Sahrir sebagai tempat tinggalnya. Hasto menegaskan bahwa rumah tersebut adalah rumah aspirasi yang terbuka bagi semua orang.
"Selanjutnya keberatan bahwa dikatakan SS itu menggambarkan tempat tinggal saya, dan rumah singgah, padahal itu adalah rumah aspirasi, semua bisa tinggal di sana," jelasnya.
Menanggapi hal ini, Frans Asisi menyatakan bahwa dirinya mengikuti keterangan yang disampaikan oleh penyidik.
Kasus ini bermula dari dugaan Hasto Kristiyanto menghalangi penyidikan kasus suap yang melibatkan Harun Masiku, yang telah menjadi buron sejak tahun 2020. Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku untuk menghilangkan jejak dengan merendam handphone saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga diduga memerintahkan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak oleh KPK. Tindakan Hasto tersebut diduga menjadi penyebab Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.
Dalam dakwaan, Jaksa juga menyebutkan bahwa Hasto menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku. Suap tersebut diduga diberikan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Donny telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful Bahri telah divonis bersalah, dan Harun Masiku masih berstatus buron.
- Kasus Harun Masiku
- Sidang Tipikor
- Hasto Kristiyanto
- Ahli Bahasa UI
- Pergantian Antarwaktu (PAW)
- Suap
- KPK
- PDIP
- Pengadilan Tipikor Jakarta