Sengketa Empat Pulau: Aceh Klaim Bukti Kuat Kepemilikan

Sengketa Wilayah Memanas: Aceh Tegaskan Hak atas Empat Pulau yang Diklaim Sumatera Utara

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem, secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah Aceh memiliki bukti kuat terkait kepemilikan empat pulau yang saat ini menjadi sengketa dengan Provinsi Sumatera Utara. Pulau-pulau tersebut, yang meliputi Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai bagian dari wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

Mualem menegaskan bahwa klaim Aceh didasarkan pada pertimbangan geografis, perbatasan historis, dan faktor iklim yang secara tradisional mengaitkan keempat pulau tersebut dengan wilayah Aceh. "Kami memiliki alasan yang kuat, bukti yang kuat, dan data historis yang mendukung klaim kami bahwa pulau-pulau tersebut adalah bagian dari Aceh," ujarnya di Jakarta.

Pemerintah Aceh berencana untuk memperjuangkan perubahan status administratif keempat pulau tersebut agar dikembalikan ke wilayah Aceh. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa proses perubahan status ini telah berlangsung sejak sebelum tahun 2022 dan melibatkan serangkaian rapat koordinasi serta survei lapangan yang difasilitasi oleh Kemendagri.

Sengketa ini menjadi perhatian serius bagi kedua provinsi. Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, bahkan telah bertemu dengan Mualem di Aceh untuk membahas potensi pengelolaan bersama atas keempat pulau tersebut. Namun, Pemerintah Aceh tetap bersikukuh bahwa kepemilikan pulau-pulau tersebut adalah hak Aceh dan akan terus berupaya untuk mempertahankan hak tersebut.

Penetapan Kemendagri ini, yang tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, memicu reaksi keras dari Pemerintah Aceh. Mereka menganggap penetapan ini tidak sesuai dengan fakta sejarah dan bukti-bukti yang mereka miliki. Pemerintah Aceh berjanji akan menempuh jalur hukum dan diplomasi untuk mengembalikan status pulau-pulau tersebut ke wilayah administratif Aceh.

Sengketa wilayah ini menambah daftar panjang permasalahan perbatasan antar daerah di Indonesia. Pemerintah pusat diharapkan dapat mengambil langkah-langkah mediasi yang efektif dan adil untuk menyelesaikan sengketa ini, dengan mempertimbangkan bukti-bukti sejarah, geografis, dan aspirasi masyarakat setempat.

Potensi konflik antara kedua provinsi ini dapat berdampak negatif terhadap stabilitas dan pembangunan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa ini secara damai dan konstruktif menjadi sangat penting. Pemerintah pusat diharapkan dapat berperan aktif dalam memfasilitasi dialog antara kedua belah pihak dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

Kepentingan masyarakat lokal di sekitar pulau-pulau tersebut juga harus menjadi pertimbangan utama dalam proses penyelesaian sengketa ini. Kesejahteraan dan keberlangsungan hidup mereka harus dijamin, terlepas dari wilayah administratif mana pulau-pulau tersebut berada nantinya.

Sengketa empat pulau ini menjadi ujian bagi kemampuan pemerintah dalam menyelesaikan konflik perbatasan antar daerah secara adil dan transparan. Penyelesaian yang bijaksana akan menjadi preseden positif bagi penyelesaian sengketa-sengketa serupa di masa depan.