Dua Kontraktor Didakwa Menyuap Anggota DPRD OKU Terkait Proyek Dinas PUPR
Dua terdakwa dalam kasus korupsi proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menghadapi dakwaan atas dugaan penyuapan terhadap sejumlah anggota DPRD OKU. M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso, diduga memberikan suap dengan total nilai mencapai Rp 3,7 miliar.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rakhmat Irwan, mengungkapkan dalam persidangan bahwa kedua terdakwa diduga memberikan sejumlah uang kepada Umi Hartati, M Fahruddin, dan Ferlan Juliansyah, yang saat itu menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten OKU periode 2019-2024, melalui Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU. Pemberian suap ini diduga terkait dengan upaya mendapatkan paket pekerjaan dalam proyek-proyek yang dikelola oleh Dinas PUPR Kabupaten OKU.
Menurut dakwaan, M Fauzi alias Pablo bersama dengan Ahmat Thoha alias Anang, diduga memberikan suap kepada Umi Hartati dan rekan-rekannya sebesar Rp 2,2 miliar. Sementara itu, Ahmad Sugeng Santoso, bersama dengan Mendra SB alias Kidal selaku Direktur CV MDR Coorporation, diduga memberikan suap senilai Rp 1,5 miliar. Jaksa Rakhmat menjelaskan bahwa pemberian suap ini dilakukan sebagai imbalan atas diperolehnya paket pekerjaan dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten OKU, yang merupakan kompensasi atas dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten OKU yang telah disetujui dalam APBD Tahun 2025.
Perbuatan kedua terdakwa dinilai melanggar hukum karena bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai penyelenggara negara. Mereka diduga memanfaatkan jabatan mereka untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok, dengan cara memberikan suap kepada anggota DPRD OKU agar mendapatkan proyek-proyek dari Dinas PUPR. Tindakan ini juga dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Atas perbuatan tersebut, M Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang- Undang RI Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus ini menjadi sorotan karena mengungkap praktik korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah dan anggota legislatif di daerah. Proses hukum terhadap kedua terdakwa diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.