Sengketa Empat Pulau: DPR Mendorong Dialog Kemendagri dan Aceh

Polemik terkait status empat pulau di Aceh yang ditetapkan masuk ke wilayah Sumatera Utara (Sumut) terus bergulir. Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan, menyoroti penetapan tersebut dan mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk membuka ruang dialog dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh. Langkah ini dipandang penting untuk mencapai solusi yang komprehensif dan berkeadilan.

Irawan menekankan bahwa pengelolaan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya Aceh dengan status otonomi khususnya, tidak bisa hanya mengandalkan teks dan prosedur formal. Lebih dari itu, dibutuhkan komunikasi yang intensif dan konsultasi yang berkelanjutan untuk menghindari kesalahpahaman dan mengakomodasi kepentingan semua pihak terkait. Ia berharap, melalui dialog yang konstruktif, akan lahir konsensus yang dapat diterima mengenai status keempat pulau tersebut, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Penetapan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang status wilayah administrasi. Keputusan ini kemudian memicu reaksi dari berbagai pihak di Aceh, yang merasa tidak dilibatkan secara memadai dalam proses pengambilan keputusan.

Direktur Jenderal Administrasi Kewilayahan (Dirjen Adwil) Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, sebelumnya menjelaskan bahwa penentuan status administrasi keempat pulau tersebut didasarkan pada hasil survei lapangan yang dilakukan bersama oleh tim dari Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil, dan Pemkab Tapanuli Tengah. Survei tersebut bertujuan untuk melakukan verifikasi faktual dan validasi titik koordinat serta data okupasi di pulau-pulau tersebut. Namun, penjelasan ini tampaknya belum sepenuhnya meredakan kekhawatiran dan ketidakpuasan yang muncul di Aceh.

Irawan sendiri menyatakan keyakinannya bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memiliki kapasitas dan pengalaman yang cukup untuk menyelesaikan persoalan ini dengan bijaksana. Ia berharap Mendagri dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi dialog yang inklusif dan transparan, sehingga dapat ditemukan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang berkepentingan. Polemik ini menjadi ujian bagi kemampuan pemerintah pusat dalam mengelola hubungan dengan daerah, khususnya daerah-daerah yang memiliki kekhususan seperti Aceh.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan sengketa ini:

  • Komunikasi Intensif: Pemerintah pusat perlu membangun komunikasi yang lebih intensif dengan pemerintah daerah, khususnya Aceh, dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada wilayah mereka.
  • Transparansi: Proses pengambilan keputusan harus dilakukan secara transparan dan melibatkan semua pihak terkait, sehingga tidak ada pihak yang merasa diabaikan atau dirugikan.
  • Konsensus: Solusi yang diambil harus didasarkan pada konsensus yang dicapai melalui dialog yang konstruktif dan inklusif.
  • Keadilan: Solusi yang diambil harus adil bagi semua pihak dan mempertimbangkan kepentingan masing-masing.
  • Kepatuhan Hukum: Solusi yang diambil harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan sengketa terkait status keempat pulau di Aceh dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menimbulkan dampak negatif yang berkepanjangan bagi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.