Kesejahteraan Aparat Peradilan: Bukan Hanya Hakim
Kesejahteraan Aparat Peradilan: Bukan Hanya Hakim
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan rencana kenaikan gaji hakim sebagai upaya untuk menjaga integritas dan profesionalisme mereka. Langkah ini diambil dengan harapan dapat meminimalisir potensi intervensi eksternal, praktik gratifikasi, dan tindakan koruptif yang dapat menciderai keadilan. Kesejahteraan dianggap sebagai fondasi penting bagi keberanian moral, objektivitas hukum, dan profesionalitas hakim dalam menjalankan tugasnya.
Namun, muncul pertanyaan penting: apakah peningkatan kesejahteraan hakim saja sudah cukup untuk menjamin penegakan hukum yang efektif dan bermoral? Sistem peradilan melibatkan berbagai elemen penting, di mana hakim bukan satu-satunya pilar. Panitera dan juru sita, misalnya, seringkali kurang mendapat perhatian, padahal peran mereka sangat krusial dalam memastikan keadilan berjalan dengan baik.
Panitera, lebih dari sekadar pencatat, adalah pengelola administrasi yang mengatur alur, ritme, dan dokumentasi perkara. Juru sita bertugas sebagai pelaksana putusan pengadilan di lapangan. Kinerja kedua profesi ini sangat menentukan apakah keadilan dapat ditegakkan atau justru terhambat. Oleh karena itu, perbaikan sistem peradilan seharusnya tidak hanya fokus pada hakim, tetapi juga mencakup panitera dan juru sita.
Pentingnya Pendekatan Sistemik
Peningkatan kesejahteraan harus dilakukan secara sistemik, bukan sektoral. Ini bukan hanya soal anggaran, tetapi tentang perubahan paradigma tata kelola yang adil. Jika moralitas menjadi alasan utama kenaikan gaji hakim, maka moralitas panitera dan juru sita juga tidak boleh diabaikan. Keduanya rentan terhadap godaan administrasi perkara dan tekanan di lapangan yang dapat memicu praktik suap.
Putusan hakim hanyalah satu bagian dari rantai panjang penegakan hukum. Validitas sosial hukum tidak hanya ditentukan oleh putusan dan ketukan palu, tetapi juga oleh pelaksanaannya. Putusan yang baik akan kehilangan makna jika administrasi dan eksekusinya bermasalah. Di sinilah peran panitera dan juru sita menjadi sangat penting.
Ekosistem Peradilan yang Seimbang
Kenaikan gaji hakim sebaiknya dilihat dari perspektif ekosistem peradilan, bukan hierarki kelembagaan. Jika tujuannya adalah memperkuat moral dan profesionalisme penegakan hukum, maka semua elemen harus diperkuat secara kolektif dan proporsional. Keadilan tidak akan terwujud jika hanya satu elemen yang diperkuat sementara yang lain diabaikan. Ini bukan hanya soal keadilan, tetapi tentang rasionalitas dalam penguatan sistemik.
Pendekatan sektoral dalam peningkatan kesejahteraan dapat menciptakan ketimpangan struktural yang kontraproduktif. Disparitas yang besar antara profesi hakim dan profesi pendukungnya dapat menggerus semangat kerja kolektif. Iklim kerja di lembaga peradilan dipengaruhi oleh dinamika relasi antarpersonel. Hakim tidak akan bekerja maksimal jika didampingi oleh panitera yang frustrasi dan juru sita yang tertekan.
Peran Komisi Yudisial
Selain gaji, penting juga untuk memperkuat sistem pengawasan, pembinaan etika, dan pembentukan budaya kerja yang sehat. Peningkatan gaji tanpa kontrol yang kuat berisiko memunculkan "moral licensing", yaitu kecenderungan merasa berhak bertindak menyimpang setelah menerima kompensasi yang dianggap layak. Oleh karena itu, kenaikan gaji harus diimbangi dengan akuntabilitas yang ketat.
Komisi Yudisial (KY) dapat berperan penting dalam penguatan sistem kontrol, tidak hanya bagi hakim, tetapi juga bagi panitera dan juru sita. KY harus memperkuat status profesi panitera dan juru sita sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem keadilan. Dengan demikian, moralitas peradilan tidak hanya menjadi fokus eksklusif pada hakim, tetapi juga pada seluruh entitas peradilan.
Solusi masa depan bukan hanya menaikkan gaji hakim secara sektoral, tetapi membenahi seluruh infrastruktur "manusia peradilan", termasuk panitera dan juru sita. Pemerintah telah menjanjikan perbaikan kesejahteraan bagi seluruh pegawai peradilan. Diharapkan janji ini segera terwujud.