Krisis Pengelolaan Sampah di Pekanbaru: Tumpukan Menggunung dan Kontroversi Pemanfaatan Gedung UMKM
Kondisi kebersihan Kota Pekanbaru, Riau, tengah menjadi sorotan tajam menyusul krisis pengelolaan sampah yang mengakibatkan penumpukan di berbagai ruas jalan. Masalah ini muncul setelah kontrak dengan pihak ketiga, PT Ella Pratama Perkasa, yang sebelumnya bertanggung jawab atas pengangkutan sampah, dihentikan.
Tumpukan sampah yang menggunung di tepi jalan bukan hanya mencemari lingkungan, tetapi juga menimbulkan bau tidak sedap yang mengganggu aktivitas warga. Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa ruas jalan seperti HR Soebrantas, Tuanku Tambusai, dan Jalan Naga Sakti menjadi lokasi penumpukan sampah yang paling parah.
Upaya penanganan sampah kemudian dilakukan dengan mengerahkan sejumlah armada pengangkut. Namun, langkah ini justru memicu kontroversi baru. Sampah yang berhasil diangkut sebagian dialihkan ke areal kantor Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Pekanbaru, mengubah fungsi gedung sentra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi lokasi penampungan sampah sementara atau transdepo.
Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Zulkardi, mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, gedung yang dibangun dengan anggaran miliaran rupiah tersebut seharusnya difokuskan untuk mendorong pertumbuhan UMKM, bukan dijadikan tempat pembuangan sampah.
"Pemanfaatan gedung sentra UMKM sebagai tempat penampungan sampah ini sangat tidak sesuai dengan tujuan awal pembangunan. Ini bukan hanya persoalan pemanfaatan aset, tetapi juga menyangkut arah pembangunan kota ke depan," tegas Zulkardi.
Zulkardi juga mempertanyakan legalitas dan kelengkapan dokumen lingkungan terkait aktivitas transdepo tersebut. Ia merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 yang mewajibkan adanya dokumen lingkungan hidup seperti SPPL, UKL-UPL, atau AMDAL untuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
"Kami mempertanyakan, apakah transdepo ini sudah memiliki kajian dokumen lingkungan hidup yang memadai? Jika tidak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, harus ada penindakan dan peninjauan ulang terhadap keberadaan fasilitas ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Zulkardi menyoroti potensi dampak negatif yang dapat timbul akibat pengelolaan transdepo yang tidak sesuai standar, seperti pencemaran air tanah, bau busuk, dan gangguan kesehatan masyarakat. Ia mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk memberikan klarifikasi resmi terkait perubahan fungsi gedung Dekranasda dan mempublikasikan dokumen lingkungan yang dimiliki oleh transdepo tersebut.
"Pekanbaru harus tumbuh menjadi kota yang berwawasan lingkungan, modern, dan berpihak pada rakyat kecil. Pengelolaan lingkungan hidup bukan sekadar teknis, tapi bentuk tanggung jawab kita kepada generasi mendatang," kata Zulkardi.
Zulkardi juga menekankan perlunya penanganan serius terhadap masalah sampah agar kejadian serupa tidak berulang di masa mendatang.
"Belakangan ini memang sampah menumpuk di mana-mana. Namun, kemarin saya lihat di jalan-jalan protokol sudah diangkut. Nah, ke depan saya minta pemerintah lebih serius menangani persoalan sampah ini," tandasnya.
Sementara itu, Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, belum memberikan tanggapan terkait permasalahan ini.