Rupiah Menguat: Dolar AS Sentuh Level Terendah di Rp 16.100 Akibat Inflasi AS

Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS

Rupiah menunjukkan performa yang menggembirakan dengan menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada sesi perdagangan hari ini. Mata uang Garuda berhasil menembus level Rp 16.200 dan terus menunjukkan tren positif.

Berdasarkan data terkini, pada pembukaan perdagangan, dolar AS berada di posisi Rp 16.230. Namun, pada pukul 09.20 WIB, mata uang Paman Sam tersebut merosot ke level Rp 16.189, mencatatkan penurunan sebesar 45 poin atau 0,28%. Pergerakan nilai tukar dolar AS hari ini berkisar antara Rp 16.189 hingga Rp 16.230.

Perbandingan dengan Mata Uang Asia Lainnya

Secara umum, dolar AS juga menunjukkan pelemahan terhadap sejumlah mata uang Asia lainnya. Berikut perbandingan nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang Asia:

  • Terhadap Won Korea Selatan: Menguat 0,61%
  • Terhadap Yen Jepang: Melemah 0,23%
  • Terhadap Dolar Hong Kong: Melemah 0,01%
  • Terhadap Franc Swiss: Melemah 0,35%

Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Analis Pasar Keuangan, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa pelemahan dolar AS disebabkan oleh data inflasi konsumen AS bulan Mei yang lebih rendah dari perkiraan. Hal ini memicu spekulasi bahwa Bank Sentral AS (The Fed) mungkin akan mempertimbangkan untuk memangkas suku bunga.

"Data inflasi AS yang di bawah ekspektasi membuka peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed, sehingga menekan dolar AS," ujar Ariston.

Namun, Ariston juga menyoroti faktor lain yang dapat menahan pelemahan dolar AS lebih lanjut. Belum adanya kemajuan dalam negosiasi tarif antara AS dan China menimbulkan kekhawatiran di pasar. Hal ini membuat para pelaku pasar cenderung berhati-hati dan tidak sepenuhnya masuk ke aset-aset berisiko.

"Belum adanya titik temu dalam negosiasi tarif AS-China memicu kehati-hatian pasar, sehingga pelemahan dolar AS bisa tertahan," tambahnya.

Potensi Perubahan Sentimen

Ariston mengingatkan bahwa sentimen pasar dapat berubah dengan cepat, terutama jika terjadi eskalasi konflik geopolitik. Serangan Israel ke Iran, misalnya, dapat memicu kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan ekonomi global, yang pada gilirannya dapat mendorong penguatan dolar AS.

"Serangan Israel ke Iran dapat membalikkan sentimen. Dolar AS berpotensi menguat karena kekhawatiran pasar terhadap konflik yang dapat mengganggu ekonomi global," pungkas Ariston.

Perkembangan situasi global akan terus dipantau untuk melihat bagaimana dampaknya terhadap pergerakan nilai tukar rupiah dan dolar AS.