Pemerintah Gencar Tingkatkan Akses Internet Terjangkau di Wilayah Terpencil: Seleksi Operator Dibuka
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengumumkan pembukaan seleksi operator seluler untuk mewujudkan program penyediaan layanan internet terjangkau, khususnya di wilayah-wilayah yang belum terjangkau jaringan atau blank spot.
Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam pertemuan dengan sejumlah pelaku industri telekomunikasi terkemuka, termasuk Telkom, Telkomsel, Indosat, dan XL Axiata. Pertemuan yang berlangsung di Kantor Kementerian Komdigi pada Kamis (12/6/2025) tersebut membahas strategi untuk memperluas jangkauan internet berkecepatan tinggi di seluruh pelosok negeri.
Dalam pertemuan tersebut, Meutya menekankan pentingnya penyediaan akses internet dengan kecepatan hingga 100 Mbps di wilayah-wilayah yang belum memiliki infrastruktur jaringan serat optik. Prioritas utama dalam program ini adalah fasilitas-fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, dan kantor desa. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan di tingkat desa.
"Model jaringan yang akan diterapkan adalah open access, yang berarti pemegang izin wajib membuka infrastrukturnya untuk digunakan bersama oleh penyelenggara lain," ujar Meutya. Skema ini bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur yang ada dan mendorong persaingan yang sehat di antara para penyedia layanan internet.
Pemerintah juga telah menyiapkan spektrum baru yang akan dialokasikan secara transparan kepada operator seluler nasional untuk mendukung program ini. Alokasi spektrum ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan ekosistem telekomunikasi yang inklusif dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Meutya menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Menteri (RPM) sebagai dasar hukum dari program internet murah telah melalui proses konsultasi industri selama lebih dari satu bulan. Proses ini dilakukan untuk memastikan bahwa peraturan yang dihasilkan relevan dengan kebutuhan industri dan dapat diimplementasikan secara efektif.
"Ini adalah langkah kami dalam memastikan bahwa setiap kebijakan spektrum tidak hanya mengutamakan aspek regulasi, tetapi juga membuka ruang seluas-luasnya untuk keterlibatan dan kesiapan industri," tegas Meutya.
Data dari Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi menunjukkan bahwa tantangan dalam penyediaan akses internet di Indonesia masih cukup besar. Sebanyak 86 persen sekolah (sekitar 190.000 unit) belum memiliki akses internet tetap. Selain itu, 75 persen puskesmas (sekitar 7.800 unit) belum terkoneksi dengan baik, dan 32.000 kantor desa masih berada di zona blank spot. Penetrasi fixed broadband baru menjangkau 21,31 persen rumah tangga di Indonesia.
Diharapkan, dengan adanya program seleksi operator dan dukungan regulasi yang memadai, akses internet terjangkau dan berkualitas dapat segera dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah yang selama ini tertinggal.
Daftar masalah konektivitas:
- 86 persen sekolah (190.000 unit) belum mempunyai akses internet tetap.
- 75 persen Puskesmas (7.800 unit) belum terkoneksi dengan baik.
- 32.000 kantor desa masih berada dalam zona blank spot.
- Penetrasi fixed broadband baru menjangkau 21,31 persen rumah tangga di Indonesia.