Intervensi Pasar Beras: Bapanas Gulirkan SPHP untuk Stabilkan Harga di Akhir Juni 2025
Kenaikan harga beras yang terus terjadi di tingkat konsumen mendorong Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk mengambil langkah strategis. Bapanas memastikan bahwa program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) akan kembali diaktifkan pada akhir Juni 2025. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap fluktuasi harga beras yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) di berbagai daerah.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima pengajuan penyaluran SPHP dari sejumlah wilayah yang mengalami lonjakan harga beras. Targetnya, intervensi pasar ini akan dimulai pada akhir Juni, dengan fokus utama pada daerah-daerah yang mengalami gejolak harga beras yang signifikan. “Saat ini, kami menargetkan akhir Juni untuk memulai penyaluran SPHP ke beberapa daerah yang mengalami kenaikan harga beras. Hingga hari ini, Bapanas telah menerima surat pengajuan dari 8 provinsi dan 17 kabupaten/kota yang meminta pelaksanaan SPHP beras,” ujar Arief di Jakarta, pada Jumat (13/6/2025).
Prioritas penyaluran SPHP akan diberikan kepada daerah-daerah yang berada di Zona 2 dan Zona 3, termasuk wilayah-wilayah seperti Papua, Sulawesi Utara, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Papua Barat, Sulawesi Selatan, dan Bangka Belitung. Selain itu, 17 kabupaten/kota yang juga menjadi fokus penyaluran SPHP meliputi:
- Kabupaten Jember
- Kabupaten Biak Numfor
- Kota Baubau
- Kabupaten Jayawijaya
- Kabupaten Konawe
- Kabupaten Fakfak
- Kabupaten Lahat
- Kabupaten Tolitoli
- Kota Subulussalam
- Kabupaten Sintang
- Kabupaten Kotawaringin Timur
- Kabupaten Toraja Utara
- Kabupaten Manokwari
- Kota Parepare
- Kabupaten Kepulauan Yapen
- Kabupaten Murung Raya
- Kabupaten Kutai Barat
Arief menekankan bahwa penyaluran SPHP kali ini akan dilakukan secara selektif dan terukur. “Penyaluran kita saat ini sangat selektif. Rata-rata penyaluran SPHP beras berkisar antara 120 hingga 150 ribu ton per bulan. Bapanas juga memiliki indikator dan enumerator panel harga pangan di lebih dari 400 kabupaten/kota untuk memantau kondisi pasar secara akurat,” jelasnya.
SPHP sebenarnya merupakan program yang idealnya dijalankan sepanjang tahun. Namun, pada tahun 2025, pemerintah juga memprioritaskan penyerapan produksi beras dalam negeri, sehingga pelaksanaan SPHP sempat ditunda. “SPHP ini diperlukan oleh masyarakat. Pesan dari Bapak Menko Pangan adalah agar kita tidak menunda terlalu lama dan segera melakukan intervensi. Bapak Mentan juga menyampaikan hal yang sama,” imbuhnya.
Data menunjukkan bahwa inflasi beras selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Inflasi beras pada Februari dan Maret 2025 masing-masing tercatat sebesar 0,26 persen dan 0,55 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan inflasi pada periode yang sama tahun 2024, yaitu 5,32 persen dan 2,06 persen.
Pemerintah saat ini berupaya menjaga harga gabah kering panen di tingkat petani minimal Rp 6.500 per kilogram. “Perintah Bapak Presiden adalah menjaga petani. Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) di Bulog saat ini sangat kuat, mencapai sekitar 4,1 hingga 4,2 juta ton, dengan serapan dalam negeri mencapai 2,5 juta ton,” kata Arief.
Untuk penyaluran SPHP beras, pemerintah membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga zona dengan harga yang berbeda. Di Zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi), harga penjualan di gudang ditetapkan sebesar Rp 11.000 per kilogram dan harga di tingkat konsumen Rp 12.500 per kilogram. Zona 2 (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan) menetapkan harga di gudang Rp 11.300 per kilogram dan harga di tingkat konsumen Rp 13.100 per kilogram. Terakhir, Zona 3 (Maluku dan Papua) menetapkan harga di gudang Rp 11.600 per kilogram dan harga di tingkat konsumen Rp 13.500 per kilogram.