Prabowo Prioritaskan Pembangunan Tanggul Laut Raksasa Pantura: Proyek Warisan Soeharto Kembali Mengemuka
Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat untuk merealisasikan proyek tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) di sepanjang Pantai Utara Jawa. Inisiatif ini, yang pertama kali digagas pada era Presiden Soeharto sekitar tiga dekade lalu, kini kembali menjadi fokus utama pemerintah.
Dalam sambutannya pada penutupan Konferensi Internasional Infrastruktur Tahun 2025 di Jakarta, Prabowo menegaskan bahwa tanggul laut merupakan infrastruktur vital yang mendesak untuk diselesaikan. Ia menyatakan tekadnya untuk memulai pembangunan proyek ambisius ini selama masa kepemimpinannya, meskipun ia menyadari bahwa penyelesaiannya akan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan mungkin puluhan tahun.
"Saya ingin menggarisbawahi salah satu proyek infrastruktur yang sangat strategis, yang sangat vital bagi kita. Merupakan suatu mega proyek tapi harus kita laksanakan adalah giant sea wall, tanggul laut Pantai Utara Jawa," ujar Prabowo, menekankan urgensi proyek tersebut.
Latar Belakang Proyek
Rencana pembangunan tanggul laut raksasa ini sebenarnya telah masuk dalam perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak tahun 1995, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Proyek ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan ancaman kenaikan permukaan air laut dan penurunan muka tanah yang semakin nyata di wilayah pesisir utara Jawa.
Sejak saat itu, berbagai konsultan, baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk firma-firma dari Belanda, telah terlibat dalam penyusunan rencana awal dan masterplan proyek. Namun, terlepas dari perencanaan yang matang, implementasi proyek ini belum pernah terwujud hingga saat ini.
Urgensi dan Tantangan
Prabowo menekankan bahwa penundaan pembangunan tanggul laut raksasa tidak dapat lagi ditoleransi, mengingat ancaman yang semakin mendesak. Ia mengungkapkan bahwa proyek ini telah berada dalam perencanaan Bappenas sejak tahun 1995, dan sudah saatnya untuk segera direalisasikan.
"Proyek ini berada dalam perencanaan Bappenas sejak tahun 95. Bayangkan. Sejak tahun 95. Thirty years ago, kalau tidak salah 30 tahun lalu. Tapi, kita tidak berkecil hati, sekarang tidak ada lagi penundaan," tegas Prabowo.
Namun, proyek ini bukanlah tanpa tantangan. Prabowo memperkirakan bahwa pembangunan tanggul laut ini akan membutuhkan dana sebesar 80 miliar dollar AS. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun tanggul sepanjang lebih dari 500 kilometer, membentang dari Banten hingga Gresik, Jawa Timur.
"Perkiraan biaya yang dibutuhkan 80 miliar dollar. Dan waktu perkiraan untuk di Teluk Jakarta saja kemungkinan 8 sampai 10 tahun. Kalau sampai ke Jawa Timur mungkin membutuhkan waktu 20 tahun. 15-20 tahun," jelas Prabowo.
Skema Pendanaan dan Keterlibatan Pihak Lain
Mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan, Prabowo mengusulkan skema pendanaan urunan atau patungan. Ia mengajak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk berkontribusi dalam pembangunan tanggul laut di wilayah Teluk Jakarta, yang diperkirakan akan menelan biaya antara 8 hingga 10 miliar dollar AS.
Selain pemerintah provinsi, Prabowo juga mengharapkan dukungan dari pemerintah pusat dan mengajak investor asing dari berbagai negara, seperti China, Jepang, dan Eropa, untuk berinvestasi dalam proyek ini.
"Prioritas kita adalah DKI dan Semarang. Semarang, Pekalongan, Brebes, air itu sudah mengancam kehidupan rakyat kita, harus segera. Dan ini suatu yang harus kita laksanakan dan kita terbuka, perusahaan-perusahaan dari Tiongkok, dari Jepang, dari Korea, Eropa, Timur Tengah yang mau ikut silakan," kata Prabowo.
Pembentukan Badan Otorita
Untuk mempercepat realisasi proyek ini, Prabowo berencana membentuk Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Utara Jawa dalam waktu dekat. Badan ini akan bertugas untuk mengkoordinasikan dan mengawasi seluruh aspek pembangunan tanggul laut.
Namun, Prabowo mengakui bahwa pihaknya masih mencari singkatan yang tepat untuk badan otorita ini agar lebih mudah dikenal oleh masyarakat.
Tantangan Lainnya
Selain masalah pendanaan, proyek ini juga menghadapi tantangan teknis dan lingkungan. Analisis dampak lingkungan, termasuk dampaknya terhadap ekosistem mangrove, terumbu karang, dan sosial bagi nelayan, masih memerlukan kajian mendalam dan penyesuaian.
Selain itu, kurangnya political will di masa lalu juga menjadi kendala. Pergantian pemimpin seringkali mengubah fokus dan anggaran, sehingga membuat momentum proyek hilang.
Atensi Prabowo Sejak Lama
Tanggul laut raksasa ini telah menjadi perhatian Prabowo sejak lama. Ia sering mengunjungi pemukiman warga di pesisir Pantura selama kampanye sejak 2014, dan menyaksikan langsung dampak kenaikan permukaan air laut terhadap kehidupan mereka.
Masalah tanggul laut ini juga terus disoroti oleh Prabowo saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Ia bahkan meminta Universitas Pertahanan untuk terlibat dalam pengkajian proyek ini.
Pembahasan Awal Tahun
Sejak menjabat sebagai presiden, Prabowo telah mengumpulkan para menterinya untuk membahas masalah tanggul laut. Pada awal tahun ini, ia memanggil Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk membahas proyek ini.
AHY menyatakan bahwa pembangunan tanggul laut raksasa menjadi salah satu prioritas Presiden Prabowo Subianto. Pihaknya tidak ingin menunda-nunda lagi pembangunan tanggul laut raksasa, namun tetap membutuhkan perencanaan yang matang dan terintegrasi dengan baik dengan semua stakeholders.
AHY juga akan mempelajari proyek tanggul laut ini lebih lanjut, mengingat uji kelayakan (feasibility study) terakhir dilakukan pada tahun 2020. Pendanaan pun harus dipetakan, salah satunya dengan mencari sumber-sumber pendanaan untuk proyek itu.