Menelisik Hukum Konsumsi Air Tape Ketan dalam Perspektif Islam

Tape ketan, kuliner tradisional Indonesia yang dihasilkan melalui proses fermentasi, kerap menimbulkan pertanyaan tentang hukum konsumsinya, terutama bagi umat Muslim. Proses fermentasi ini menghasilkan alkohol, yang menimbulkan kehati-hatian terkait kehalalannya.

Kekhawatiran utama berpusat pada air tape ketan, atau sari tape, yang terbentuk selama fermentasi. Kandungan alkohol dalam air tape ini berpotensi melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Padahal, tape ketan sendiri bukanlah produk yang ditujukan untuk menjadi minuman beralkohol. Ia merupakan bagian dari kekayaan kuliner berbagai daerah di Indonesia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait produk makanan dan minuman yang mengandung alkohol. Fatwa Nomor 10 Tahun 2018 menyatakan bahwa makanan dan minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol kurang dari 0,5 persen, dan tidak membahayakan kesehatan, masih dianggap halal.

Namun, perlu diperhatikan niat dan tujuan dalam pembuatan tape ketan. Jika sejak awal prosesnya ditujukan untuk menghasilkan minuman yang memabukkan atau khamr, maka hukum mengonsumsinya menjadi haram. Hal ini sama halnya dengan produksi minuman beralkohol seperti wine, tuak, atau sake, yang secara jelas diharamkan dalam Islam.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Mutawatir yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim: "Setiap benda yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram." Hadis ini menjadi landasan penting dalam menentukan hukum mengonsumsi makanan atau minuman yang berpotensi memabukkan.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Niat: Jika pembuatan tape ketan tidak ditujukan untuk menghasilkan minuman yang memabukkan, maka hukumnya berbeda.
  • Kadar Alkohol: Perhatikan kadar alkohol dalam air tape ketan. Jika melebihi batas yang diperbolehkan (0,5 persen), sebaiknya dihindari.
  • Kehati-hatian: Untuk menghindari keraguan, air tape ketan sebaiknya dibuang, dan hanya mengonsumsi tape ketannya saja.
  • Masa Simpan: Tape ketan sebaiknya dikonsumsi segera setelah matang, atau tidak lebih dari dua hari penyimpanan, untuk mencegah pembentukan alkohol berlebih.

Dengan demikian, konsumsi tape ketan dan airnya diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan tertentu. Kehati-hatian dan pemahaman yang baik tentang hukum Islam menjadi kunci dalam menikmati kuliner tradisional ini dengan tenang.