Konflik Israel-Iran Memicu Kekhawatiran Lonjakan Harga Minyak Dunia

Gejolak politik di Timur Tengah kembali menghantui pasar energi global. Ketegangan yang meningkat antara Iran dan Israel telah memicu kekhawatiran akan potensi konflik yang lebih luas, menyebabkan fluktuasi harga minyak dunia.

Analis pasar memperingatkan bahwa eskalasi konflik dapat mendorong harga minyak mentah dunia hingga mencapai 120 dollar AS per barrel.

Pada perdagangan Kamis (12/6/2025), harga minyak mentah AS mengalami penurunan tipis sebesar 0,16 persen menjadi 68,04 dollar AS per barrel. Minyak mentah Brent, sebagai acuan global, juga turun 0,59 persen ke level 69,36 dollar AS per barrel. Namun, sehari sebelumnya, harga minyak sempat melonjak lebih dari 4 persen karena kekhawatiran gangguan pasokan dari wilayah Teluk.

Natasha Kaneva, Kepala Penelitian Komoditas Global JP Morgan, menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz oleh Iran sebagai respons terhadap serangan Israel dapat memicu lonjakan harga minyak yang signifikan.

"Harga minyak dapat melonjak hingga 120 dollar AS per barrel atau bahkan lebih tinggi," kata Kaneva.

Kaneva menambahkan bahwa sekitar 30 persen perdagangan minyak global melewati Selat Hormuz yang strategis.

"Meskipun ancaman penutupan Selat Hormuz sering terjadi, selat tersebut belum pernah benar-benar ditutup. Distribusi minyak mentah akan tetap berlanjut," ujarnya.

Arne Rasmussen, Analis Global Risk Management, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia mengatakan bahwa penutupan total Selat Hormuz akan menjadi "mimpi buruk" bagi pasar energi global.

"Risiko gangguan pasokan sangat tinggi, dan harga minyak dapat melonjak tajam," ujarnya.

Sebelumnya, pada Rabu (21/5/2025), kekhawatiran pasar terhadap ketegangan ini sempat memuncak setelah laporan intelijen AS mengindikasikan persiapan Israel untuk menyerang fasilitas nuklir Iran. Akibatnya, harga minyak dunia melonjak, dengan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 1,1 persen menjadi 63,73 dollar AS per barrel, dan Brent North Sea juga menguat 1,1 persen ke level 66,08 dollar AS per barrel.

Laporan ini menyoroti kerentanan pasokan energi global terhadap dinamika politik di Timur Tengah, terutama dengan belum adanya kemajuan signifikan dalam perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat.

Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran, menyatakan bahwa negosiasi nuklir yang dimediasi oleh Oman tidak menghasilkan hasil konkret. Pernyataan ini semakin memperkuat spekulasi pasar bahwa ketegangan dapat meningkat menjadi konflik skala penuh.

Robert Rennie, analis dari Westpac Banking Corp, mengingatkan bahwa pasar akan terus dihantui oleh ketidakpastian selama dialog nuklir belum menunjukkan titik terang.

"Ini adalah sinyal jelas tentang besarnya risiko di kawasan Teluk dan seberapa jauh Israel bersedia bertindak jika Iran melanjutkan program nuklirnya," kata Rennie.

Situasi yang memanas ini menuntut kewaspadaan dari para pelaku pasar dan konsumen energi di seluruh dunia. Jika konflik benar-benar terjadi dan Selat Hormuz terganggu, lonjakan harga minyak global dapat menekan pertumbuhan ekonomi global.

Beberapa point penting yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Kenaikan Harga Minyak: Konflik antara Israel dan Iran dapat menyebabkan lonjakan harga minyak dunia yang signifikan.
  • Selat Hormuz: Penutupan Selat Hormuz akan memiliki dampak besar pada pasokan energi global.
  • Perundingan Nuklir: Kegagalan perundingan nuklir antara Iran dan Amerika Serikat dapat memperburuk ketegangan.
  • Dampak Ekonomi: Lonjakan harga minyak dapat menekan pertumbuhan ekonomi global.

Pasar akan terus memantau perkembangan situasi dan dampaknya pada harga energi. Kewaspadaan dan antisipasi diperlukan untuk menghadapi potensi gejolak pasar yang mungkin terjadi.