Keberlanjutan Alam Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Sebuah Refleksi dari Climate Solutions Partnership

Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keberlanjutan alam. Hal ini ditegaskan oleh CEO WWF Indonesia, Aditya Bayunanda, dalam sebuah konferensi pers refleksi lima tahun Climate Solutions Partnership (CSP) yang bertajuk "From Insight to Impact: Embedding Energy Transition into Indonesia's Future" di Jakarta.

Aditya Bayunanda menekankan bahwa orientasi industri yang hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan dampak lingkungan akan menjadi bumerang. Kurangnya perhatian pada pelestarian keanekaragaman hayati dan efisiensi energi dalam mengurangi emisi karbon dari aktivitas produksi, menjadi sorotan utama.

Climate Solutions Partnership (CSP) sendiri merupakan inisiatif kolaborasi antara HSBC, World Resources Institute (WRI), dan WWF yang berlangsung selama lima tahun (2021-2025). Program ini bertujuan untuk mempercepat aksi iklim dan membuka peluang ekonomi hijau dengan fokus pada tiga pilar utama:

  • Mendorong dekarbonisasi sektor industri.
  • Memperluas akses terhadap sumber energi terbarukan.
  • Mengimplementasikan pendekatan berbasis alam dalam perencanaan pembangunan.

Dalam forum tersebut, Aditya Bayunanda menyerukan pemahaman bahwa produksi industri dan perlindungan lingkungan adalah dua aspek yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kerusakan lingkungan akan berdampak langsung pada terhambatnya pertumbuhan produksi dan ekonomi. Ia menyambut baik meningkatnya kesadaran sektor industri di Indonesia tentang pentingnya keberlanjutan. Hal ini dibuktikan dengan komitmen nasional untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, sejalan dengan tuntutan global akan keberlanjutan di berbagai sektor.

Aditya Bayunanda menginformasikan bahwa saat ini terdapat sekitar 8.000 sektor industri yang telah berkomitmen pada Science Based Targets initiative (SBTi). SBTi merupakan inisiatif global yang membantu perusahaan dalam menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca yang selaras dengan ilmu iklim, khususnya untuk menjaga kenaikan suhu global tidak melebihi 1,5°C sesuai dengan Kesepakatan Paris. Hal ini menunjukkan meningkatnya kepedulian sektor industri terhadap keberlanjutan bumi. Oleh karena itu, Aditya Bayunanda menekankan pentingnya dukungan terhadap sektor industri dalam menjalankan transisi energi agar Indonesia dapat bersaing di pasar global, dengan tetap menjaga keberlangsungan kehidupan bumi.

Transisi energi, menurut Aditya Bayunanda, bukanlah proses yang mudah. Berbagai tantangan masih menghadang, mulai dari keterbatasan pengetahuan, pendanaan, hingga dukungan regulasi. Meskipun tren keberlanjutan semakin menguat, masih banyak pelaku industri yang belum sepenuhnya memahami urgensi transisi energi dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. Keterbatasan pengetahuan ini juga dirasakan di sektor keuangan, yang menyebabkan minimnya lembaga keuangan yang bersedia mendanai transisi energi industri. Ia juga menyoroti perlunya regulasi yang memberikan insentif bagi sektor industri yang melakukan transisi energi, agar semakin banyak industri di Indonesia yang memilih opsi transisi.

Climate Solutions Partnership (CSP) terus berupaya untuk membantu lebih banyak sektor industri dalam menjalani transisi energi. Upaya ini dilakukan melalui penyediaan panduan dan rekomendasi kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan industri yang ingin bertransisi. Dengan demikian, diharapkan tercipta ekosistem industri ramah lingkungan yang berkelanjutan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan.