Konflik Israel-Iran Memicu Lonjakan Harga Minyak Dunia ke Level Tertinggi dalam Lima Bulan Terakhir
Ketegangan Timur Tengah Picu Kekhawatiran Pasokan, Harga Minyak Meroket
Kenaikan tajam harga minyak mentah terjadi di pasar global pada hari Jumat (13/6/2025), setelah adanya laporan serangan Israel terhadap wilayah Iran. Peristiwa ini langsung memicu kekhawatiran serius mengenai stabilitas pasokan energi dari kawasan Timur Tengah, yang merupakan salah satu produsen minyak utama dunia.
Kontrak berjangka minyak mentah Brent mengalami lonjakan signifikan, naik sebesar 6,63 persen atau setara dengan 4,60 dollar AS, mencapai harga 73,96 dollar AS per barel. Pada sesi perdagangan intraday, harga Brent sempat menyentuh angka 78,50 dollar AS, level tertinggi sejak akhir Januari tahun ini. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga mengalami kenaikan serupa, melonjak 7,33 persen atau 4,99 dollar AS, menjadi 73,03 dollar AS per barel, setelah sempat mencapai puncaknya di 77,62 dollar AS.
Pergerakan harga yang dramatis ini mengingatkan pada gejolak pasar energi pada tahun 2022, ketika invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga minyak yang belum pernah terjadi sebelumnya. Para analis pasar mencatat bahwa ketidakpastian geopolitik yang meningkat secara signifikan telah mendorong para investor untuk mencari aset yang lebih aman, seperti emas dan franc Swiss, yang juga mengalami kenaikan nilai.
Respons Pasar dan Kekhawatiran tentang Eskalasi Konflik
Israel mengklaim bahwa serangan tersebut ditujukan kepada fasilitas nuklir Iran, pabrik rudal balistik, dan target militer utama lainnya. Israel mengklaim bahwa tindakan ini merupakan langkah awal dalam operasi yang lebih luas untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Helima Croft, seorang analis dari RBC Capital, menekankan pentingnya respons Iran terhadap serangan tersebut. Menurutnya, pasar akan sangat memperhatikan apakah Iran akan membatasi pembalasannya hanya kepada Israel, atau justru memperluas targetnya ke pangkalan militer dan infrastruktur ekonomi penting di kawasan yang lebih luas.
Beberapa pedagang minyak di Singapura menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk menilai dampak jangka panjang dari serangan tersebut terhadap pengiriman minyak dari Timur Tengah. Dampaknya sangat bergantung pada skala dan sifat respons Iran, serta potensi keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik tersebut.
Salah seorang pedagang mengatakan, "Masih terlalu awal untuk memastikan, tetapi pasar khawatir jika Selat Hormuz sampai ditutup."
Amarpreet Singh, seorang analis dari Barclays, mengakui bahwa serangan tersebut telah mengejutkan pasar minyak, meskipun belum ada dampak langsung terhadap fundamental pasar minyak. Namun, ia memperingatkan bahwa dalam skenario terburuk, konflik dapat meluas ke produsen minyak dan gas utama lainnya di kawasan tersebut, yang dapat mengganggu pasokan energi global.
Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran yang sangat penting, yang dilalui sekitar seperlima dari konsumsi minyak dunia, atau sekitar 18-19 juta barel per hari minyak mentah, kondensat, dan bahan bakar.
Reaksi Internasional dan Potensi Dampak Ekonomi
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah bersumpah bahwa Israel akan menerima hukuman berat atas serangan tersebut, yang menurutnya telah menewaskan beberapa komandan militer. Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyebut serangan Israel sebagai "tindakan sepihak" dan menegaskan bahwa Washington tidak terlibat dalam serangan tersebut. Ia juga menyerukan kepada Teheran untuk menahan diri agar tidak menyerang kepentingan atau personel AS di kawasan tersebut.
Croft dari RBC memperkirakan bahwa jika konflik tersebut berdampak signifikan terhadap pasokan minyak, Presiden Trump akan mendesak OPEC untuk menggunakan cadangan minyaknya guna menstabilkan harga dan melindungi konsumen AS dari dampak ekonomi konflik Timur Tengah. Situasi ini terus dipantau dengan cermat oleh para pelaku pasar dan pembuat kebijakan di seluruh dunia.