Asosiasi Nelayan Tekankan Pentingnya Keseimbangan Infrastruktur, Ekonomi, dan Ekologi dalam Program Kampung Nelayan
Rencana pemerintah untuk membangun 1.100 Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) hingga tahun 2027 mendapat tanggapan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi nelayan. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) memberikan masukan konstruktif terkait program ambisius ini. Ketua KNTI, Dani Setiawan, menekankan bahwa keberhasilan KNMP tidak hanya diukur dari pembangunan infrastruktur fisik semata, melainkan juga dari peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Dani Setiawan menyampaikan bahwa pemilihan lokasi KNMP akan sangat menentukan keberhasilan program. Pengalaman menunjukkan bahwa pendekatan yang berfokus hanya pada infrastruktur seringkali kurang memberikan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan bagi nelayan. Ia menekankan pentingnya indikator lain, seperti peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat setempat, kontrol terhadap sumber daya, serta partisipasi aktif dalam perumusan kebijakan terkait kampung pesisir.
Program KNMP sendiri menawarkan fasilitas yang lengkap, seperti:
- Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN)
- Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
- Cold storage
- Sentra kuliner
Namun, Dani Setiawan mengingatkan bahwa kemandirian tidak tumbuh hanya dari fasilitas yang memadai. Kontrol komunitas atas produksi dan distribusi ekonomi menjadi kunci utama. Ia menekankan perlunya pembagian manfaat yang adil dan kontrol komunitas atas aset serta sumber daya ekonomi. Lembaga ekonomi rakyat, seperti koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), harus memiliki peran sentral dalam pengelolaan aset produktif di kampung nelayan agar manfaatnya dapat tersebar merata. Aset produksi tidak boleh jatuh ke dalam model ekonomi ekstraktif yang hanya mengalirkan sumber daya ekonomi keluar wilayah pesisir.
Selain aspek ekonomi, kedaulatan politik nelayan juga menjadi perhatian penting. Dani Setiawan menekankan perlunya mekanisme pelibatan komunitas secara sistematis dan mengikat. Pemerintah daerah harus melibatkan organisasi nelayan, kelompok perempuan, dan tokoh adat dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan kampung nelayan. Partisipasi yang bermakna dari komunitas akan mencegah ketimpangan dan delegitimasi sosial terhadap negara. Masyarakat di kampung nelayan bukan hanya objek pembangunan, melainkan subjek politik yang memiliki hak atas ruang, skema pendanaan, dan agenda pembangunan. Mekanisme deliberatif diperlukan untuk menghindari politisasi atau penyeragaman program tanpa mempertimbangkan konteks lokal.
Aspek lingkungan juga tidak boleh diabaikan. Dani Setiawan menekankan perlunya menetapkan indikator lingkungan sebagai ukuran keberhasilan program KNMP. Pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir yang rentan terhadap krisis ekologis, seperti abrasi, polusi plastik, dan kerusakan terumbu karang, harus dilakukan dengan hati-hati. Ekonomi pesisir hanya akan berkelanjutan jika lingkungannya pulih. Pembangunan jangka pendek tidak boleh mengorbankan krisis ekologis jangka panjang. Kajian dampak lingkungan partisipatif (AMDAL partisipatif) harus dilakukan sebelum pembangunan infrastruktur dimulai. Pengelolaan kawasan harus terintegrasi dengan upaya restorasi mangrove, pengurangan emisi, dan perlindungan zona tangkap tradisional.