Konflik Tambang Nikel Picu Ketegangan di Raja Ampat: Aksi Protes Warga Berujung Penutupan Akses Wisata
Raja Ampat, surga wisata di Papua Barat Daya, tengah dilanda konflik terkait aktivitas pertambangan nikel. Dampak dari pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) terhadap sejumlah perusahaan tambang memicu gelombang protes dari masyarakat adat. Aksi demonstrasi ini bahkan berujung pada penutupan akses ke sejumlah destinasi wisata, termasuk Pulau Wayag yang terkenal akan keindahan alamnya.
Pencabutan IUP dan Reaksi Masyarakat
Keputusan pemerintah untuk mencabut IUP empat perusahaan tambang di Raja Ampat menjadi titik awal dari konflik ini. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kekhawatiran kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan. Namun, pencabutan izin ini justru menuai reaksi keras dari masyarakat adat yang merasa mata pencaharian mereka terancam.
Empat perusahaan yang IUP-nya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Sementara itu, PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), tetap diizinkan beroperasi dengan pengawasan ketat.
Aksi Protes dan Penutupan Akses Wisata
Masyarakat adat dari empat marga pemilik hak ulayat di Pulau Wayag, yaitu Ayelo, Daat, Ayei, dan Arempele, melakukan aksi pemalangan sebagai bentuk protes terhadap pencabutan IUP. Mereka menilai bahwa keberadaan perusahaan tambang justru memberikan harapan baru bagi kesejahteraan ekonomi lokal, berbeda dengan sektor pariwisata yang dianggap kurang memberikan dampak signifikan.
"Kami tidak mengganggu wisata, tapi kenapa atas nama pariwisata justru mau mengganggu perusahaan kami yang telah kami perjuangkan demi masa depan anak cucu kami," ujar Luther Ayelo, salah satu tokoh adat. Ia menegaskan bahwa perjuangan ini murni untuk mempertahankan hak ekonomi dan tanah adat.
Aksi protes ini berujung pada penutupan akses wisata ke Pulau Wayag. Bahkan, sejumlah warga dilaporkan mengusir kapal wisata yang membawa turis asing. Insiden ini terekam dalam video yang kemudian viral di media sosial.
Tuntutan Masyarakat Adat
Masyarakat adat menuntut pemerintah pusat untuk membatalkan pencabutan IUP dan mempertimbangkan nasib ratusan pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan. Mereka juga menegaskan bahwa akses wisata tidak akan dibuka kembali sebelum ada kepastian terkait kelanjutan izin operasional perusahaan tambang di wilayah adat suku Kawei.
Konflik ini mencerminkan kompleksitas permasalahan pertambangan di daerah-daerah terpencil. Di satu sisi, pemerintah berupaya melindungi lingkungan dari kerusakan akibat aktivitas pertambangan. Di sisi lain, masyarakat lokal menggantungkan hidup mereka pada keberadaan perusahaan tambang. Solusi yang adil dan berkelanjutan perlu ditemukan agar kepentingan semua pihak dapat terakomodasi.