Eks Ketua PN Surabaya Bantah 'Pesan Tersembunyi' dalam Kasus Vonis Ronald Tannur

Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, membantah interpretasi pesan 'jangan lupakan aku' yang ia sampaikan kepada Erintuah Damanik, hakim yang membebaskan Ronald Tannur, sebagai upaya meminta imbalan terkait putusan tersebut. Klarifikasi ini disampaikan Rudi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, di mana Erintuah dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjeratnya.

Rudi menjelaskan bahwa penunjukan majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur merupakan hasil diskusi kolektif dengan wakil ketua PN Surabaya, membantah klaim bahwa ia secara sepihak menunjuk Erintuah Damanik sebagai ketua majelis hakim. Ia menegaskan, penetapan majelis hakim adalah wewenang wakil ketua pengadilan.

Mengenai pesan 'jangan lupakan aku', Rudi menyatakan bahwa pesan tersebut semata-mata sebagai ungkapan perpisahan menjelang kepindahannya tugas ke PN Jakarta Pusat. Ia membantah keras adanya maksud tersembunyi atau permintaan imbalan dalam pesan tersebut. Menurutnya, interpretasi Erintuah terhadap pesan tersebut tidak sesuai dengan niatnya.

"Penting bagi saya Yang Mulia, untuk memastikan bahwa saya tidak bermakna apa pun menyampaikan itu selain untuk mengingatkan beliau bahwa saya akan dilantik di PN Jakarta Pusat, diskusinya tentang itu. Tapi kalau beliau menafsirkan kemudian sebagai mengingat untuk sesuatu itu bukan pemahaman saya," ujar Rudi dalam persidangan.

Erintuah Damanik, dalam kesaksiannya, bersikukuh bahwa pesan 'jangan lupakan aku' yang diucapkan Rudi sebanyak tiga kali diartikannya sebagai permintaan jatah uang terkait vonis bebas Ronald Tannur. Ia bahkan mengaku telah menyisihkan SGD 20 ribu untuk Rudi sebagai tindak lanjut pesan tersebut, namun uang tersebut urung diserahkan dan akhirnya dikembalikan ke penyidik Kejaksaan Agung RI.

Dalam persidangan terungkap bahwa Rudi Suparmono didakwa menerima gratifikasi senilai SGD 43 ribu dalam kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terkait kematian Dini Sera Afrianti. Uang tersebut diduga diterima dari pengacara Ronald, Lisa Rachmat, dengan tujuan agar Rudi menunjuk majelis hakim yang sesuai dengan keinginan mereka, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.

Jaksa penuntut umum mendakwa Rudi dengan pasal-pasal terkait suap dan gratifikasi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain gratifikasi terkait kasus Ronald Tannur, Rudi juga didakwa menerima suap lain dengan total nilai miliaran rupiah yang ditemukan penyidik saat menggeledah rumahnya dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Jaksa meyakini uang tersebut merupakan pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya sebagai Ketua PN Surabaya dan tidak pernah dilaporkan ke KPK.