Ayah Tiri di Mojokerto Terancam Hukuman Berat Atas Penganiayaan Brutal Terhadap Anak Tirinya
Ayah Tiri di Mojokerto Aniaya Brutal Anak Tiri
Kepolisian Resor Mojokerto Kota berhasil mengungkap kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang ayah tiri terhadap anak tirinya berusia 11 tahun. Tersangka, JPA (26), ditangkap pada Senin, 10 Maret 2025, setelah laporan kekerasan rumah tangga diterima pihak berwajib. Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota, AKP Siko Sesaria Putra Suma, dalam konferensi pers Selasa, 11 Maret 2025, membeberkan kronologi penganiayaan yang dilakukan secara keji dan berulang.
Berdasarkan keterangan tersangka dan korban, penganiayaan yang dilakukan JPA bukan hanya berupa satu kejadian. Kasus ini terungkap setelah korban, APA (11), melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya. JPA, yang telah menikah siri dengan ibu kandung korban sejak Mei 2024 dan melangsungkan isbat nikah pada Desember 2024, secara brutal melakukan kekerasan fisik terhadap anak tirinya tersebut. Kekerasan ini dimulai sejak Juli 2024 dan berlanjut hingga menjelang penangkapan. Metode penganiayaan yang dilakukan sangat sadis dan menunjukkan tingkat kekejaman yang tinggi.
Detail Penganiayaan:
- Pemukulan dengan batang bambu: satu kali di kepala, tiga kali di punggung, dan dua kali di kaki.
- Pemukulan dengan rantai motor: Jumlah pukulan dengan rantai motor tidak disebutkan secara spesifik dalam keterangan polisi, namun kekerasan ini termasuk dalam rangkaian penganiayaan yang dilakukan.
- Paksaan gerakan fisik berlebihan: JPA memaksa korban melakukan gerakan jongkok-bangun sebanyak 2.500 kali, namun korban hanya mampu melakukan 50 kali sebelum kelelahan.
- Penyiksaan dengan rokok: Tersangka juga menyulut rokok ke tangan dan kaki korban.
- Luka-luka serius: Akibat penganiayaan tersebut, korban mengalami luka serius di bagian kepala, punggung, tangan, dan kaki.
AKP Siko menambahkan bahwa tersangka telah mengakui semua perbuatannya. Atas perbuatan keji ini, JPA dijerat dengan Pasal 44 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang dihadapi JPA terbilang berat, mengingat parahnya tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur. Saat ini, JPA telah ditahan dan proses hukum akan terus berlanjut. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menggarisbawahi pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Polisi menghimbau kepada masyarakat untuk melaporkan segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak agar dapat segera ditangani dan mendapatkan perlindungan hukum yang semestinya. Kasus ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian terhadap perlindungan anak dan perempuan dari kekerasan.