Analis Sarankan Investor Cermati Saham Pertambangan di Tengah Tekanan Harga Nikel

Harga Nikel Tertekan, Bagaimana Strategi Investasi yang Tepat?

Penurunan harga nikel global dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian serius bagi pelaku industri pertambangan di Indonesia. Data dari Bank Dunia menunjukkan penurunan signifikan, dari rata-rata $25.834 per ton pada tahun 2022 menjadi $16.814 per ton pada tahun 2024. Bahkan, pada pertengahan Juni 2025, harga nikel diperdagangkan di kisaran $15.112 per ton.

Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, menjelaskan bahwa tekanan harga nikel ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, permintaan global terhadap nikel belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, terutama dari negara dengan perekonomian besar seperti China. Kedua, terjadi oversupply nikel di pasar, yang memperburuk kondisi harga.

Lebih lanjut, Indy menyoroti pergeseran tren di kalangan produsen global yang mulai beralih ke Lithium Ferro Phosphate (LFP) sebagai bahan baku baterai. LFP menawarkan keunggulan dari sisi biaya yang lebih kompetitif dibandingkan nikel. Pergeseran ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi penurunan pendapatan emiten yang fokus pada penjualan nikel.

Rekomendasi Saham di Sektor Pertambangan

Di tengah tantangan ini, Indy memberikan rekomendasi terhadap beberapa saham di sektor pertambangan. Untuk saham Vale Indonesia (INCO), ia merekomendasikan untuk menahan (hold) dengan target harga (TP) Rp 3.800. Sementara itu, untuk saham Merdeka Copper Gold (MDKA), ia memberikan rekomendasi beli (buy) dengan target harga Rp 2.720.

Penting untuk diingat: Informasi ini bersifat informatif dan bukan merupakan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan investor setelah melakukan riset dan analisis mendalam.

Disclaimer: Artikel ini bukan merupakan saran investasi. Setiap keputusan investasi adalah tanggung jawab individu setelah melakukan riset yang komprehensif.