KPK Ungkap Modus Operandi Korupsi Izin TKA di Kemenaker Sejak Satu Dekade Lalu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mengidentifikasi adanya praktik korupsi dalam proses perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sejak tahun 2012. Temuan ini menunjukkan bahwa permasalahan dalam tata kelola TKA telah berlangsung lama dan memerlukan perhatian serius.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa lembaga antirasuah tersebut telah melakukan kajian mendalam dan memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kemenaker untuk mencegah praktik korupsi serupa. Sayangnya, celah dan pola korupsi yang sama kembali muncul dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan TKA yang saat ini sedang disidik oleh KPK. Ini mengindikasikan bahwa rekomendasi yang diberikan sebelumnya belum diimplementasikan secara optimal atau hanya dijalankan sebagian.

Modus operandi yang teridentifikasi adalah pemerasan yang dilakukan oleh oknum pejabat Kemenaker terhadap para pemohon penerbitan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Praktik ini tetap terjadi meskipun proses pengajuan izin telah dilakukan secara online. KPK menemukan bahwa pemerasan terjadi melalui pertemuan langsung antara petugas dan pemohon, atau melalui komunikasi pribadi.

KPK akan melakukan mitigasi risiko secara paralel, baik melalui perbaikan pencegahan korupsi di Kemenaker maupun melakukan kajian lanjutan secara komprehensif, dengan fokus pada pembenahan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya RPTKA.

Secara umum, KPK juga mendorong seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk aktif memperbaiki tata kelola perizinan, membangun sistem yang transparan, serta memperkuat integritas aparatur pelayanan.

Pada tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan izin RPTKA di Kemenaker. Para tersangka terdiri dari pejabat dan staf di lingkungan Kemenaker. Kedelapan tersangka tersebut adalah:

  • Suhartono (eks Dirjen Binapenta dan PKK)
  • Haryanto (Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025)
  • Wisnu Pramono (Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Kemenaker tahun 2017-2019)
  • Devi Angraeni (Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA)
  • Gatot Widiartono (Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja)
  • Putri Citra Wahyoe (Staf)
  • Jamal Shodiqin (Staf)
  • Alfa Eshad (Staf)

KPK mengungkapkan bahwa para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024. Jumlah uang yang diterima oleh masing-masing tersangka bervariasi, dengan rincian sebagai berikut:

  • Suhartono: Rp 460 juta
  • Haryanto: Rp 18 miliar
  • Wisnu Pramono: Rp 580 juta
  • Devi Angraeni: Rp 2,3 miliar
  • Gatot Widiartono: Rp 6,3 miliar
  • Putri Citra Wahyoe: Rp 13,9 miliar
  • Alfa Eshad: Rp 1,8 miliar
  • Jamal Shodiqin: Rp 1,1 miliar

Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa praktik korupsi dalam pengurusan izin TKA masih marak terjadi di Indonesia. KPK berkomitmen untuk terus memberantas korupsi di semua sektor, termasuk sektor ketenagakerjaan. Diharapkan dengan penindakan tegas terhadap para pelaku korupsi, tata kelola perizinan TKA di Indonesia dapat diperbaiki dan lebih transparan.