Kebijakan Salat Subuh Berjamaah ASN Jambi Menuai Kontroversi, Setara Institute Soroti Dugaan Pelanggaran HAM

Kebijakan Salat Subuh Berjamaah ASN Jambi Menuai Kontroversi

Kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim untuk melaksanakan salat Subuh berjamaah di masjid yang telah ditentukan, menuai reaksi keras dari berbagai pihak. Setara Institute, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar HAM dan bersifat diskriminatif. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jambi Nomor 4963/SE/BKD-5.3/VI/2025.

Menurut Achmad Fanani Rosyidi, peneliti Setara Institute, kebijakan ini melanggar prinsip kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin oleh konstitusi. Ia berpendapat bahwa negara seharusnya tidak mencampuri urusan keyakinan individu dan memaksakan praktik keagamaan tertentu kepada warganya. "Negara tidak boleh mengintervensi ruang privat individu, termasuk dalam hal keyakinan dan ibadah," ujarnya.

Potensi Diskriminasi dan Pelanggaran Hak Individu

Lebih lanjut, Achmad Fanani Rosyidi menyoroti potensi diskriminasi dalam kebijakan tersebut. Meskipun surat edaran tersebut secara khusus mengatur ASN Muslim, implikasinya dapat dirasakan oleh ASN non-Muslim. Negara dianggap memberikan perlakuan istimewa kepada agama tertentu dan mengabaikan hak-hak agama lainnya.

Kebijakan ini juga dinilai memberatkan ASN, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab keluarga. Kewajiban untuk salat Subuh berjamaah di masjid yang ditentukan dapat mengganggu waktu dan aktivitas pribadi mereka. Selain itu, kebijakan ini juga mengharuskan ASN untuk melakukan swafoto sebagai bukti kehadiran, yang dianggap berlebihan dan tidak relevan dengan peningkatan kinerja.

Pembelaan Pemerintah Provinsi Jambi

Pemerintah Provinsi Jambi melalui Sekretaris Daerah, Sudirman, membantah tudingan pelanggaran HAM dan diskriminasi. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya efisiensi dan peningkatan disiplin ASN. Sudirman menambahkan bahwa program salat Subuh berjamaah ini merupakan kelanjutan dari program Subuh Keliling yang telah dilaksanakan sejak awal masa jabatan Gubernur.

Sudirman juga menegaskan bahwa kebijakan ini hanya berlaku bagi ASN Muslim, sementara ASN non-Muslim diberikan kebebasan untuk memilih kegiatan alternatif seperti gotong royong, senam, atau berolahraga. Pemerintah Provinsi Jambi berharap kebijakan ini dapat meningkatkan kualitas spiritual dan moral ASN, serta memberikan kontribusi positif bagi pembangunan daerah.

Reaksi Masyarakat dan Implikasi Hukum

Kebijakan salat Subuh berjamaah ini telah memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung kebijakan ini sebagai upaya meningkatkan moralitas ASN, sementara sebagian lainnya mengkritik kebijakan ini sebagai bentuk intervensi negara dalam urusan agama dan pelanggaran hak individu.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Firmansyah, menilai bahwa kebijakan ini berpotensi melanggar konstitusi dan hak asasi manusia. Ia menyarankan agar ASN yang merasa keberatan dengan kebijakan ini dapat mengajukan gugatan hukum. Firmansyah juga menekankan pentingnya untuk menjaga netralitas agama dalam pemerintahan dan menghindari politisasi agama.

Daftar Aktifitas Alternatif

  • Gotong Royong
  • Senam
  • Berolahraga