PBNU Soroti Keseimbangan Antara Konservasi Lingkungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Tambang
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyoroti pentingnya keseimbangan dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya terkait aktivitas pertambangan. Ketua PBNU, Ulil Abshar, menyampaikan bahwa pendekatan yang terlalu ekstrem dalam menjaga lingkungan juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan perekonomian.
Gus Ulil, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan tidak selamanya berdampak buruk. Dalam beberapa kasus, pemanfaatan sumber daya alam melalui pertambangan justru dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi negara dan masyarakat. Ia mencontohkan, penolakan terhadap aktivitas pertambangan di wilayah yang kaya sumber daya alam dapat dianggap sebagai ketidakadilan, karena potensi manfaat ekonomi yang seharusnya bisa dinikmati menjadi terhambat.
"Ada dua sisi yang berbeda, yaitu sisi kebaikan (maslahat) dan kerugian (mafsadat). Keduanya pun memiliki kepentingan yang berbeda untuk masyarakat", ujar Gus Ulil.
Gus Ulil menampik anggapan bahwa aktivitas penambangan sepenuhnya merupakan kejahatan. Ia menegaskan bahwa penambangan yang baik (good mining) justru dapat memberikan kontribusi positif. Menurutnya, yang perlu dihindari adalah praktik penambangan yang buruk (bad mining) yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Lebih lanjut, Gus Ulil memahami dilema yang dihadapi pemerintah dalam mengelola sumber daya alam. Di satu sisi, pemerintah berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan. Di sisi lain, pemerintah juga harus memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan negara. Oleh karena itu, ia mengkritik gerakan yang menolak aktivitas pertambangan secara keseluruhan (no mining at all) sebagai tindakan yang tidak tepat.
Pernyataan PBNU ini muncul di tengah kontroversi terkait aktivitas pertambangan di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kekhawatiran akan kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan yang masif di wilayah tersebut mendorong pemerintah untuk bertindak. Baru-baru ini, pemerintah resmi mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat.
Berikut daftar perusahaan yang izin usahanya dicabut:
- PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe)
- PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun)
- PT Anugerah Surya Pertama (Pulau Manuran)
- PT Nurham (Pulau Yesner Waigeo Timur)
Keputusan pencabutan IUP ini diambil setelah rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat, yang merupakan salah satu destinasi wisata andalan Indonesia.
Meski demikian, PBNU mengingatkan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keseimbangan antara konservasi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam perlu dijaga agar manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan mendatang.