Residivis Penggelapan Kembali Berurusan Hukum, Kali Ini Jadi Bandar Narkoba di Jambi
Residivis Penggelapan Beralih Profesi Menjadi Bandar Narkoba di Jambi
Direktorat Reserse Narkoba Polda Jambi berhasil meringkus seorang residivis kasus penggelapan, berinisial D (42), yang kini terlibat dalam jaringan peredaran narkoba skala besar. Penangkapan D yang dilakukan pada tanggal 20 Februari 2025 di kediamannya di Kelurahan Bulian, Kabupaten Batanghari, membongkar peredaran narkotika senilai miliaran rupiah. Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap residivis dan modus operandi jaringan narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan.
Kombes Pol Ernesto Saiser, Direktur Reserse Narkoba Polda Jambi, menjelaskan kronologi penangkapan dan modus operandi yang dilakukan D. Setelah bebas dari hukuman penggelapan pada November 2024, D langsung direkrut oleh bandar narkoba berinisial J yang ia kenal saat menjalani masa hukuman sebelumnya. J diduga masih mengendalikan jaringan ini dari dalam penjara. Peran D adalah sebagai distributor utama narkotika di wilayah Jambi, beroperasi dengan metode 'lempar barang' untuk menghindari penangkapan langsung.
Dalam kurun waktu tiga bulan, dari November 2024 hingga penangkapannya pada Februari 2025, D terbukti telah mengedarkan sejumlah besar narkotika. Rinciannya sebagai berikut:
- November 2024: 1 kilogram sabu dan ganja.
- Desember 2024: 10 kilogram sabu, sejumlah ganja, dan 12.000 butir ekstasi.
- Februari 2025: 10 kilogram sabu dan ganja.
Saat ditangkap, polisi berhasil menyita barang bukti yang tersisa, antara lain 872,311 gram sabu, 58,136 gram ganja, dan 117 butir ekstasi. Total nilai barang bukti yang disita mencapai Rp1,16 miliar. Kepolisian memperkirakan peredaran narkotika tersebut berpotensi mengancam hingga 4.711 nyawa.
"Penangkapan ini bukan hanya sekadar mengungkap kasus peredaran narkoba biasa," tegas Kombes Pol Ernesto Saiser dalam konferensi pers di Mapolda Jambi, Selasa (11/3/2025). "Ini juga merupakan langkah penting dalam membongkar jaringan yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan. Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan penyelidikan guna menangkap J dan seluruh anggota jaringan ini."
Saat ini, D dijerat dengan Pasal 111 Ayat (2) dan Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Kasus ini menjadi peringatan serius bagi penegak hukum untuk meningkatkan pengawasan terhadap residivis dan memperketat pengamanan di dalam lembaga pemasyarakatan agar tidak menjadi tempat berkembangnya jaringan kejahatan terorganisir, khususnya perdagangan narkotika.