Sengketa Kepulauan di Perbatasan Aceh-Sumut Mencuat, JK Ungkap Akar Konflik Historis
Perseteruan terkait kepemilikan empat pulau kecil di perbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali menghangat. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) angkat bicara mengenai polemik yang melibatkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil ini. JK menyoroti dasar hukum dan sejarah yang melatarbelakangi klaim masing-masing pihak.
Menurut JK, akar permasalahan terletak pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, sebuah regulasi yang dikeluarkan pada era Presiden Soekarno. Undang-undang ini memisahkan Aceh dari Sumatera Utara dan memberikan status otonomi khusus kepada Aceh. JK menekankan bahwa UU tersebut menjadi landasan historis bagi klaim Aceh atas keempat pulau tersebut. Ia menjelaskan bahwa pada masa lalu, Aceh merupakan bagian dari Sumatera Utara dengan sistem residen. Namun, pemberontakan DI/TII mendorong pemerintah pusat untuk memberikan status provinsi tersendiri kepada Aceh.
Lebih lanjut, JK menjelaskan bahwa UU Nomor 24 Tahun 1956 juga menjadi rujukan penting dalam Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada tahun 2005 antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sebagai Wakil Presiden saat itu, JK berperan aktif dalam mendorong dialog dan penyelesaian konflik dengan GAM demi menjaga persatuan bangsa. Ia menunjuk pada poin 1.1.4 dalam MoU Helsinki yang secara eksplisit menyebutkan bahwa perbatasan Aceh mengacu pada perbatasan 1 Juli 1956. Dengan demikian, kesepakatan damai tersebut mengakui secara tidak langsung klaim historis Aceh atas wilayahnya.
JK juga mengomentari keputusan pemerintah pusat yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara dengan alasan kedekatan geografis. Menurutnya, faktor jarak tidak bisa menjadi satu-satunya pertimbangan. Aspek sejarah dan legalitas formal, seperti yang tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 1956, juga harus diperhitungkan. JK memberikan contoh kasus serupa di Sulawesi Selatan, di mana terdapat pulau yang lebih dekat dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) namun tetap menjadi bagian dari Sulawesi Selatan.
Polemik perebutan empat pulau ini mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Keputusan ini menetapkan bahwa Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Keputusan ini memicu reaksi beragam dari kedua provinsi, mengingat konflik perebutan wilayah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Pemerintah Provinsi Aceh berpegang pada jejak historis, sementara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berargumen berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kemendagri.