Tekanan Harga Nikel Berlanjut: Analis Soroti Dampak Oversupply dan Pergeseran Teknologi Baterai

Industri Nikel Indonesia Diterpa Badai: Harga Terus Merosot

Sektor nikel Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan berat akibat penurunan harga komoditas yang signifikan. Menurut analis, situasi ini dipicu oleh dua faktor utama: kelebihan pasokan global atau oversupply, dan penurunan kualitas bijih nikel.

Farras Farhan, Research Analyst Mirae Asset, menjelaskan bahwa penurunan kualitas bijih nikel, khususnya ore grade saprolite yang kini berada di kisaran 1,5-1,7 persen, turut memperburuk kondisi pasar. Kombinasi kedua faktor ini berdampak langsung pada pendapatan emiten nikel. Meskipun demikian, Farras berpendapat bahwa sentimen negatif ini sudah tercermin dalam harga saham.

"Kita sementara untuk nikel masih suka Merdeka Battery Materials (MBMA)," ungkap Farras.

Pergeseran ke Teknologi Baterai LFP Semakin Mengkhawatirkan

Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, menambahkan bahwa permintaan global yang belum pulih signifikan, terutama dari China, turut menekan harga nikel. Selain itu, kekhawatiran akan oversupply nikel sebagai bahan baku baterai semakin meningkat seiring dengan tren produsen global yang beralih ke Lithium Ferro Phosphate (LFP) karena biaya bahan baku yang lebih kompetitif.

Pergeseran ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penurunan pendapatan emiten yang hanya fokus pada penjualan nikel. Perusahaan seperti Vale Indonesia (INCO) dan Merdeka Battery Materials (MBMA) berpotensi merasakan dampak paling signifikan.

Rekomendasi Saham di Tengah Ketidakpastian

Di tengah kondisi pasar yang menantang, Indy merekomendasikan untuk menahan (hold) saham INCO dengan target harga Rp 3.800, dan merekomendasikan untuk membeli (buy) saham Merdeka Copper Gold (MDKA) dengan target harga Rp 2.720.

Data Harga Nikel Menunjukkan Tren Penurunan yang Signifikan

Laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa harga rata-rata nikel terus mengalami penurunan. Pada tahun 2022, harga rata-rata nikel mencapai 25.834 dollar AS per ton, kemudian turun menjadi 21.521 dollar AS per ton pada tahun 2023. Pada tahun 2024, harga nikel merosot tajam menjadi 16.814 dollar AS per ton. Data dari Trading Economics pada 13 Juni 2025 menunjukkan harga nikel diperdagangkan di kisaran 15.112 dollar AS per ton. Tren penurunan ini menggarisbawahi tekanan yang dihadapi industri nikel saat ini.

Kondisi oversupply, penurunan kualitas bijih, dan pergeseran ke teknologi baterai LFP menjadi tantangan besar bagi industri nikel Indonesia. Analis merekomendasikan strategi investasi yang hati-hati di tengah ketidakpastian pasar ini.