Mencari Akar Perilaku Menyimpang: Kasus Pelecehan Anak dan Perspektif Psikiatri
Kasus Pelecehan Anak Gegerkan Bekasi: Tinjauan Psikologis dan Upaya Pencegahan
Kasus pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak di bawah umur menggemparkan sebuah keluarga di Bekasi, Jawa Barat, dan memicu kekhawatiran mendalam di masyarakat. Seorang ibu berinisial NDP berbagi kisah pilu tentang putranya yang belum genap berusia lima tahun yang menjadi korban pelecehan oleh seorang anak laki-laki berusia delapan tahun. Akibat kejadian traumatis ini, sang anak menolak untuk beribadah, padahal sebelumnya ia selalu bersemangat untuk pergi ke masjid setiap kali mendengar adzan.
Kisah ini bermula ketika NDP menyadari perubahan perilaku pada anaknya. Ia menjadi enggan untuk melaksanakan salat, bahkan salat Jumat sekalipun. Setelah dibujuk, sang anak akhirnya menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya saat beribadah, di mana ia menjadi korban pelecehan oleh anak laki-laki lain berinisial Y. Setelah dikonfirmasi, Y mengakui telah melakukan tindakan serupa terhadap empat anak lainnya.
Kasus ini menimbulkan kemarahan dan kekecewaan di pihak keluarga korban. Upaya mediasi yang melibatkan perangkat RT, RW, dan petugas keamanan tidak membuahkan solusi yang memuaskan. Laporan ke pihak kepolisian juga menemui kendala karena pelaku masih di bawah umur. NDP mengungkapkan kepedihannya, "Anak saya trauma untuk beribadah, sementara pelaku hanya mendapat konseling."
Mengapa Anak-Anak Melakukan Tindakan Pelecehan?
Lantas, mengapa anak berusia delapan tahun bisa melakukan tindakan pelecehan seksual? Psikiater Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, menjelaskan bahwa perilaku agresif atau kekerasan pada anak merupakan hasil dari gangguan kompleks di otak. Terdapat dua area otak yang berperan penting dalam hal ini, yaitu bagian depan otak yang berfungsi mengontrol diri dan membuat keputusan, serta bagian tengah otak yang mengatur emosi. Pada anak dengan masalah perilaku, area pengontrol diri tidak berfungsi dengan baik, sementara area emosi menjadi sangat sensitif. Akibatnya, anak mudah terpicu untuk melakukan tindakan agresif tanpa mampu mengendalikan diri.
Faktor-faktor Penyebab Perilaku Menyimpang pada Anak:
- Pengalaman Traumatis: Anak yang pernah menjadi korban kekerasan fisik, verbal, atau seksual memiliki risiko tinggi untuk mengulangi perilaku tersebut.
- Paparan Konten Tidak Pantas: Tontonan atau permainan yang mengandung kekerasan dan konten seksual dapat merusak perkembangan otak anak. Pengawasan ketat terhadap media sosial, film, dan gim yang dikonsumsi anak sangat penting.
- Riwayat Keluarga: Riwayat keluarga dengan masalah perilaku juga dapat menjadi faktor risiko.
- Cedera Kepala atau Gangguan Kesehatan: Cedera kepala atau gangguan kesehatan tertentu dapat memengaruhi perilaku anak.
- Masalah Keluarga: Masalah keluarga seperti perceraian atau kondisi ekonomi yang sulit dapat memicu perilaku menyimpang pada anak.
- Pengalaman Bullying: Anak yang menjadi korban atau pelaku bullying juga berisiko menunjukkan perilaku bermasalah.
Tanda-Tanda Perilaku Bermasalah yang Perlu Diwaspadai:
- Mudah marah berlebihan
- Sering berkelahi atau mengancam
- Merusak barang-barang
- Menyakiti hewan
- Bermain dengan api
- Mencoret-coret atau merusak fasilitas umum
Dr. Lahargo menekankan bahwa perilaku-perilaku tersebut merupakan sinyal bahaya yang memerlukan penanganan segera.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Perilaku Menyimpang pada Anak
Untuk mencegah anak berperilaku menyimpang, orang tua dan lingkungan sekitar perlu menciptakan lingkungan yang aman dan suportif. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menciptakan Lingkungan Aman:
- Menjauhkan anak dari segala bentuk kekerasan.
- Memberikan pendidikan seksual sesuai usia.
- Mengawasi dengan ketat konten yang dikonsumsi anak.
2. Memperkuat Hubungan dengan Anak:
- Meluangkan waktu berkualitas bersama anak.
- Mendengarkan keluhan dan cerita anak dengan serius.
- Menjadi tempat yang aman bagi anak untuk berbagi masalah.
3. Mewaspadai Perubahan Perilaku:
- Memperhatikan perubahan kebiasaan anak.
- Tidak mengabaikan keluhan ketidaknyamanan anak.
- Segera berkonsultasi jika ada tanda-tanda mencurigakan.
Jika anak menunjukkan perilaku bermasalah, penanganan yang komprehensif diperlukan, meliputi:
- Pemeriksaan menyeluruh oleh psikolog dan psikiater anak.
- Terapi psikologis untuk mengubah pola pikir dan perilaku.
- Pengobatan medis jika diperlukan.
- Rehabilitasi sosial untuk melatih kemampuan berinteraksi.
Dr. Lahargo menekankan bahwa pencegahan dan penanganan perilaku bermasalah pada anak merupakan tanggung jawab bersama orang tua, sekolah, lingkungan, dan masyarakat. Deteksi dini adalah kunci utama untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif perilaku menyimpang dan memastikan tumbuh kembang mereka yang sehat dan optimal.