Ekonom Bantah Deflasi Mei 2025 Jadi Sinyal Pelemahan Daya Beli Masyarakat
Fenomena deflasi yang tercatat sebesar 0,37 persen pada bulan Mei 2025 lalu menuai berbagai tanggapan dari kalangan ekonom. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan bahwa deflasi ini tidak serta merta mengindikasikan adanya penurunan daya beli di kalangan masyarakat. Justru, menurutnya, indikator yang lebih tepat untuk mengukur daya beli adalah inflasi inti.
"Inflasi inti menjadi tolok ukur yang lebih akurat untuk melihat kondisi daya beli masyarakat. Angka inflasi inti yang terjaga menunjukkan bahwa permintaan dan penawaran agregat dalam kondisi yang seimbang," jelas Suahasil dalam sebuah diskusi ekonomi yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Jakarta.
Inflasi inti pada Mei 2025 tercatat sebesar 2,4 persen secara tahunan. Angka ini dinilai cukup sehat dan menggambarkan aktivitas ekonomi yang stabil.
Faktor Penyebab Deflasi
Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan bahwa deflasi yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor penurunan harga pada komoditas pangan dan barang-barang yang harganya diatur oleh pemerintah atau administered prices. Penurunan harga ini dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:
- Panen Raya: Beberapa komoditas pangan, seperti beras dan jagung, mengalami panen raya sehingga pasokan meningkat dan harga cenderung turun.
- Kebijakan Pemerintah: Pemerintah mengambil kebijakan untuk menurunkan harga beberapa barang dan jasa tertentu, seperti tiket pesawat dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang deflasi terbesar pada Mei 2025, dengan andil 0,41 persen. Penurunan harga cabai merah dan cabai rawit menjadi salah satu faktor utama.
Fondasi Ekonomi Tetap Kuat
Dengan inflasi yang terkendali dan aktivitas produksi yang berjalan baik, Suahasil meyakini bahwa fondasi ekonomi Indonesia masih kuat. Ia menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dan inflasi berada dalam kondisi yang baik.
Pada Mei 2025, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia berada di level 108,07. Inflasi tahunan tertinggi tercatat di Provinsi Papua Pegunungan sebesar 5,75 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Provinsi Gorontalo sebesar 0,28 persen. Sementara itu, deflasi tahunan tercatat di Provinsi Papua Barat sebesar 1,51 persen.
Di tingkat kabupaten/kota, inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Jayawijaya sebesar 5,75 persen, sedangkan inflasi terendah tercatat di Kota Pontianak sebesar 0,01 persen.