Polemik Kepulauan: JK dan Sofyan Djalil Soroti Sengketa Empat Pulau antara Aceh dan Sumatera Utara
Polemik Kepulauan: JK dan Sofyan Djalil Soroti Sengketa Empat Pulau antara Aceh dan Sumatera Utara
Sengketa kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terus bergulir, memicu reaksi dari berbagai tokoh nasional. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan tokoh yang terlibat dalam perjanjian damai Helsinki, Sofyan Djalil, turut angkat bicara mengenai isu yang berpotensi mengganggu stabilitas dan harmoni antar daerah.
Jusuf Kalla, yang akrab disapa JK, menyoroti usulan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, untuk mengelola keempat pulau tersebut bersama dengan Aceh. JK mempertanyakan legalitas dan mekanisme pengelolaan bersama tersebut, dengan menekankan tidak adanya preseden wilayah yang dikelola oleh dua provinsi berbeda. Ia juga mengingatkan bahwa secara historis, pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh Singkil, dan pengambilalihan tersebut dapat melukai harga diri masyarakat Aceh.
"Setahu saya tidak ada pulau atau daerah yang dikelola bersama. Tidak ada, masa dua bupatinya. Masa dua, bayar pajaknya kemana?," ujar JK.
JK menekankan pentingnya menjaga kepercayaan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama mengingat sejarah panjang konflik di Aceh. Ia berharap pemerintah dapat menyelesaikan persoalan ini dengan bijaksana, demi kemaslahatan bersama. JK juga menyinggung potensi sumber daya alam di pulau-pulau tersebut, meskipun menurutnya belum ada kepastian mengenai keberadaan sumber daya yang signifikan.
"Jadi, saya kira, saya yakin ini agar diselesaikan. Agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama. Toh tidak ada faktor penting di situ. Di situ kan tidak ada minyak, tidak ada gas. Mungkin saja beberapa hari ada, tapi hari ini tidak ada," tutur JK.
Lebih lanjut, JK mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meninjau kembali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom Provinsi Aceh dan perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Menurutnya, keputusan menteri tidak dapat mengubah undang-undang, terutama terkait fakta historis kepulauan tersebut.
Senada dengan JK, Sofyan Djalil, yang merupakan bagian dari delegasi Indonesia dalam Kesepakatan Helsinki, mengingatkan kembali upaya perdamaian yang telah dilakukan antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ia mengungkapkan kekhawatiran pihak GAM terhadap potensi terulangnya masalah lama, dan menekankan pentingnya menghormati batas wilayah yang telah disepakati.
"Orang GAM khawatirnya nanti ini bisa terjadi kayak yang lama. Maka, kita bicarakan batasnya apa, ada undang-undang itu. Maka disebut batas tanggal 1 Juli 1956, itu ada tanggal dikeluarkannya Undang-Undang tadi dan dua pihak sepakat. Tujuan kita kan waktu itu amanah pemerintah kepada delegasi untuk mencari penyelesaian yang diterima ke dua pihak," terang Sofyan.
Sofyan Djalil berharap polemik empat pulau ini dapat diselesaikan dengan baik, tanpa menimbulkan masalah baru di masyarakat.
"Jadi kita harapkan seperti yang Pak JK kemukakan, ini diselesaikan baik-baik. Kalau ini peraturan menteri bisa diperbaiki, selesai masalah," pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution sebelumnya menyatakan kesiapannya untuk membahas kembali status kepemilikan empat pulau tersebut bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Kemendagri. Ia bahkan mengajak Pemerintah Aceh untuk mengelola bersama pulau-pulau tersebut jika tetap menjadi milik Sumatera Utara.
Isu mengenai kepemilikan empat pulau ini menjadi perhatian publik dan memicu berbagai reaksi. Pemerintah pusat diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana dan adil untuk menyelesaikan sengketa ini, dengan mempertimbangkan aspek historis, hukum, dan kepentingan masyarakat kedua provinsi. Berikut adalah daftar pulau yang menjadi sengketa:
- Pulau Panjang
- Pulau Lipan
- Pulau Mangkir Gadang
- Pulau Mangkir Ketek