DPRD Bali Desak Pemerintah Pusat Atasi Gelombang PHK di Sektor Pariwisata

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda Bali menjadi sorotan tajam dari Ketua DPR RI, Puan Maharani. Menyikapi situasi ini, Puan mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah konkret dan terukur dalam menanggulangi dampak PHK yang semakin meluas, khususnya di sektor pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali.

"Fenomena PHK di Bali adalah sinyal bahwa struktur ketenagakerjaan kita rapuh, terutama di daerah yang mengandalkan satu sektor," tegas Puan dalam keterangan persnya. Ia menekankan bahwa pemerintah tidak bisa lagi menganggap PHK di Bali sebagai kasus sporadis, melainkan sebagai masalah struktural yang memerlukan solusi komprehensif.

Menurut Puan, gelombang PHK ini dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, baik karena melemahnya industri maupun menurunnya daya beli masyarakat akibat hilangnya pekerjaan. Ia menyoroti bahwa pemerintah belum memiliki mekanisme yang jelas untuk merespons PHK massal, termasuk skema pelatihan ulang (reskilling) dan dukungan bagi pekerja yang ingin beralih menjadi wirausaha.

"PHK yang meluas dari manufaktur ke pariwisata menunjukkan ketidaksiapan sistem ketenagakerjaan kita," ujar Puan. Ia mendorong pembentukan Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK, dengan prioritas pada daerah terdampak seperti Bali, Batam, dan kawasan industri lainnya.

Lebih lanjut, Puan menekankan perlunya evaluasi selektif terhadap kebijakan efisiensi anggaran. Ia mengingatkan bahwa efisiensi anggaran harus tetap mendukung ekonomi kerakyatan, dan sektor-sektor dengan efek pengganda tinggi seperti MICE tidak boleh disamakan dengan belanja birokrasi biasa.

Selain itu, Puan juga meminta pemerintah untuk mengintegrasikan program pelatihan digital, peralihan sektor kerja, dan penguatan UMKM berbasis pariwisata antara Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pariwisata. Ia juga mengusulkan insentif khusus bagi sektor hospitality dan manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja lokal.

"Jangan sampai pertumbuhan ekonomi hanya terasa di pusat, tetapi tidak di daerah. Jika negara gagal hadir dalam krisis ketenagakerjaan ini, kepercayaan publik akan runtuh," tandasnya.

Puan mengingatkan bahwa PHK bukan sekadar angka statistik, tetapi masalah sosial yang berdampak pada kehidupan jutaan keluarga di Indonesia. Ia menuntut pemerintah untuk membuktikan bahwa negara hadir melindungi pekerja yang kehilangan pekerjaan dan harapan.

Sebagai informasi tambahan, sekitar 100 pekerja di sektor pariwisata Bali telah terkena PHK sejak awal tahun 2025 akibat lesunya kegiatan MICE. Terbaru, 70 karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia juga akan terkena PHK karena pabrik tersebut akan tutup pada 1 Juli 2025.

Untuk mengatasi permasalahan ini, Puan memberikan sejumlah rekomendasi konkret kepada pemerintah:

  • Pembentukan Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK: Gugus tugas ini akan fokus pada penanganan PHK di daerah-daerah terdampak, seperti Bali, Batam, dan kawasan industri lainnya.
  • Evaluasi Kebijakan Efisiensi Anggaran: Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran secara selektif, memastikan bahwa efisiensi tidak mengorbankan sektor-sektor penting yang mendukung ekonomi kerakyatan, seperti MICE.
  • Integrasi Program Kementerian: Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pariwisata perlu mengintegrasikan program-program mereka, terutama dalam hal pelatihan digital, peralihan sektor kerja, dan penguatan UMKM berbasis pariwisata.
  • Insentif Khusus: Pemerintah perlu memberikan insentif khusus kepada sektor hospitality dan manufaktur yang terbukti menyerap banyak tenaga kerja lokal.

Dengan langkah-langkah konkret ini, diharapkan pemerintah dapat meredam dampak PHK di Bali dan daerah lainnya, serta membangun struktur ketenagakerjaan yang lebih kuat dan tahan terhadap guncangan ekonomi.