Perjuangan Tasia Melawan Tuberkulosis dan Dugaan HIV/AIDS di Tengah Keterbatasan Ekonomi Keluarga
Di sebuah rumah sederhana di Borong, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, Nazaria Tasia Laka, seorang gadis yatim piatu berusia 11 tahun, tengah berjuang menghadapi tantangan kesehatan yang berat. Sejak didiagnosis menderita tuberkulosis paru (TB paru) dan menunjukkan gejala HIV/AIDS stadium 3 saat masih duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, Tasia harus menghadapi kenyataan pahit di tengah keterbatasan ekonomi keluarganya.
Kini, Tasia tinggal dan dirawat oleh kakek dan neneknya yang sudah lanjut usia. Ayahnya telah meninggal dunia saat ia masih berusia 5 bulan, disusul kepergian ibunya ketika ia berumur 3 tahun. Sejak saat itu, Tasia menumpang di rumah sederhana berukuran 6x7 meter yang kondisinya sudah memprihatinkan.
"Kondisi ekonomi mereka sangat terbatas. Kakek dan nenek Tasia bekerja serabutan, terkadang membantu di kebun tetangga dengan upah sekitar Rp 50.000 per hari untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Tasia," ungkap Ehji Serlenso, seorang kerabat keluarga, kepada media.
Kebun kecil yang mereka miliki tidak mampu menghasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Biaya pengobatan Tasia, kebutuhan susu sejak kecil, perlengkapan sekolah, dan pakaian gereja menjadi beban berat bagi kakek dan neneknya yang semakin renta.
"Terkadang mereka hanya makan seadanya tanpa lauk bergizi. Untuk pergi ke dokter, mereka harus menunggu hasil panen kebun atau terpaksa berutang," lanjut Serlenso.
Saat ini, Tasia duduk di kelas 6 SD. Meskipun harus berjuang melawan penyakit yang serius, semangatnya untuk tetap bersekolah tidak pernah padam. Semangat ini didorong oleh pengorbanan dan dukungan tanpa henti dari kakek dan neneknya.
"Setiap hari, mereka hanya bisa berdoa, memohon kekuatan dan ketabahan dari Tuhan untuk menjalani hidup," tutur Serlenso.
Tasia secara rutin menjalani pengobatan. Namun, kondisinya seringkali melemah saat penyakitnya kambuh. Biaya pengobatan Tasia selama ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Ia juga secara rutin memeriksakan kondisinya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Borong.
Namun, keluarga Tasia juga membutuhkan biaya untuk transportasi dari pelosok Manggarai Timur, yang berjarak sekitar 90 kilometer dari RSUD Borong, setiap kali kontrol kesehatan. Selama ini, biaya tersebut ditanggung oleh kakek dan nenek Tasia.
Kisah Tasia dan keluarganya adalah potret perjuangan hidup di tengah keterbatasan. Harapan mereka kini bertumpu pada uluran tangan dan doa dari masyarakat luas.