Polusi Udara Jakarta: BBM Jadi Penyumbang Terbesar, Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi

Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan utama. Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa kondisi udara di ibu kota memprihatinkan dan memerlukan tindakan segera. Usai meninjau Kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, Hanif menyatakan keprihatinannya atas kualitas udara Jakarta yang terus menurun.

"Kondisi kualitas udara Jakarta semakin hari semakin menurun, dan ini perlu langkah-langkah antisipasi," ujar Hanif.

Berdasarkan kajian yang dilakukan, Hanif menjelaskan bahwa sumber utama polusi udara di Jakarta berasal dari emisi kendaraan bermotor yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan kandungan sulfur tinggi. Kontribusi BBM terhadap polusi udara mencapai 35 hingga 57 persen.

Selain emisi kendaraan, pembakaran sampah ilegal juga turut memperburuk kualitas udara dengan kontribusi sebesar 14 persen. Sementara itu, kegiatan konstruksi menyumbang sekitar 13 persen polusi udara.

Menyadari bahwa BBM yang dipasok dari Kilang Balongan turut berperan dalam permasalahan ini, Menteri Hanif meminta pihak pemasok untuk segera melakukan perubahan dan memproduksi BBM dengan kandungan sulfur yang lebih rendah. Standar internasional yang diharapkan adalah di bawah 50 ppm (parts per million).

"Kami meminta agar BBM segera diubah dan memenuhi standar kandungan, terutama sulfur yang ramah lingkungan," tegasnya.

Kementerian LH juga telah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melakukan pencemaran udara. Dua perusahaan di Cikarang baru-baru ini ditutup karena menyebabkan polusi udara.

Selain itu, terdapat ribuan cerobong asap di kawasan industri Jabodetabek yang perlu diawasi dan ditangani secara serius. Berdasarkan data sampel, terdapat sekitar 4.000 cerobong asap yang berpotensi menjadi sumber polusi.

"Ada 48 kawasan industri di Jabodetabek. Berdasarkan data sampel kami, ada 4.000 cerobong asap. Satu cerobong saja dampaknya luar biasa, dan 4.000 cerobong ini sedang kita tangani bersama," ungkap Hanif.

Menteri Hanif menekankan bahwa kondisi udara Jakarta diperkirakan akan semakin memburuk pada bulan Juli dan Agustus. Oleh karena itu, langkah-langkah antisipasi yang lebih fundamental perlu segera diambil.

"Jika kita tidak segera mengambil langkah-langkah yang lebih fundamental, maka dua bulan ke depan dampaknya akan cukup serius. Kami mengajak seluruh elemen di Jabodetabek untuk berani memerangi penyebab polutan yang membuat langit kita tidak biru lagi," serunya.

Pemerintah berencana untuk menggandeng Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta para bupati dan wali kota di wilayah Jabodetabek untuk bersama-sama mengatasi permasalahan polusi udara ini. Sebuah deklarasi atau bentuk komitmen bersama akan segera dilakukan.

Berikut adalah daftar penyebab utama polusi udara di Jakarta:

  • Emisi kendaraan bermotor (35-57%)
  • Pembakaran sampah ilegal (14%)
  • Kegiatan konstruksi (13%)
  • Cerobong industri