Audit BPKP Ungkap Dugaan Pelanggaran dalam Impor Gula Era Lembong
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan dalam proses importasi gula yang terjadi pada masa kepemimpinan Thomas Trikasih Lembong sebagai Menteri Perdagangan. Hal ini terungkap dalam sidang dugaan korupsi importasi gula dengan terdakwa Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Dalam kesaksiannya sebagai ahli, perwakilan BPKP, Kristianto, menjelaskan lima poin utama yang menjadi temuan audit terkait dugaan penyimpangan tersebut. Pertama, impor gula kristal mentah (GKM) yang bertujuan untuk menstabilkan harga gula kristal putih (GKP) di pasar tidak didasarkan pada koordinasi antar kementerian yang memadai. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar pengambilan keputusan dan potensi dampak terhadap industri gula dalam negeri.
Kedua, impor GKM dilakukan pada saat produksi GKP dalam negeri sedang mencukupi, bahkan bertepatan dengan musim giling tebu. Situasi ini dinilai kontraproduktif karena dapat menekan harga gula petani dan mengganggu keseimbangan pasar. Ketiga, penjaminan pasokan gula dalam rangka stabilisasi harga tidak melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melainkan diserahkan kepada pihak swasta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan stok dan distribusi gula.
Keempat, pengendalian stok dan stabilisasi harga GKP dilakukan dengan cara mengimpor GKM, padahal seharusnya yang diimpor adalah GKP. Perbedaan ini dinilai signifikan karena dapat mempengaruhi kualitas dan harga gula yang beredar di pasaran. Kelima, surat pengakuan atau izin impor GKM tidak disertai dengan rekomendasi dari kementerian terkait. Hal ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran prosedur dan kurangnya pengawasan dalam proses perizinan impor.
BPKP menyimpulkan bahwa kegiatan importasi gula tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Dalam kasus ini, Charles Sitorus didakwa merugikan negara sebesar Rp 578.150.411.622,40 bersama-sama dengan Tom Lembong dan sejumlah pengusaha. Selain itu, Charles juga dinilai tidak menyusun struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) gula nasional serta harga gula nasional sesuai harga patokan petani (HPP) dan tidak bekerja sama dengan perusahaan BUMN.