Kebijakan Hilirisasi Terkendala Aturan Pemerintah: Daya Saing Industri Dalam Negeri Terancam

Kebijakan Hilirisasi Terkendala Aturan Pemerintah: Daya Saing Industri Dalam Negeri Terancam

Ketua Komisi XII DPR, Bambang Patijaya, menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai kontraproduktif terhadap semangat hilirisasi sektor pertambangan. Beliau mengungkapkan kekhawatiran akan menurunnya daya saing produk tambang Indonesia di pasar internasional akibat kompleksitas regulasi dan rantai distribusi yang terlalu panjang. Pernyataan ini disampaikan dalam Energi Forum: Kesiapan Indonesia Menuju Swasembada Energi, sebuah acara yang diselenggarakan oleh detikcom bersama Komisi XII DPR, didukung oleh SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi, dan ANTAM di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Bambang Patijaya secara khusus mengkritik kebijakan fiskal pemerintah yang dianggap menghambat proses hilirisasi. Sebagai contoh, beliau menunjuk kasus PT Timah Tbk yang kesulitan mengirimkan hasil produksinya langsung ke anak perusahaan untuk pengolahan lebih lanjut. Proses tersebut dipersulit oleh aturan yang mewajibkan timah untuk terlebih dahulu masuk bursa komoditi, dikenakan royalti, dan PPN sebesar 11%. Hal ini, menurutnya, menyebabkan PT Timah kehilangan daya saing signifikan terhadap perusahaan sejenis di negara-negara Asia lainnya yang telah menerapkan kebijakan yang lebih kompetitif.

"Fakta ini menunjukkan adanya masalah serius," tegas Bambang. "PT Timah, yang memiliki anak perusahaan untuk memproduksi timah solder atau timah kimia, telah kehilangan daya saing hingga 11% dibandingkan perusahaan sejenis di Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Mereka dapat mengirimkan produk mentah langsung ke negara-negara tersebut, mendirikan pabrik di sana, dan mengekspor produk jadi kembali ke Indonesia dengan biaya yang jauh lebih rendah." Kehilangan daya saing ini, menurut Bambang, disebabkan oleh kewajiban membayar royalti dan PPN yang tidak diberlakukan di negara-negara pesaing tersebut.

Lebih lanjut, Bambang menekankan pentingnya pemerintah memberikan kemudahan dan insentif bagi industri hulu untuk melakukan hilirisasi. Beliau menyarankan agar pembebanan PPN dialihkan ke produk akhir, bukan pada tahap setengah jadi yang masih memerlukan pengolahan lebih lanjut. "Jika produk telah menjadi barang elektronik atau furnitur jadi, seperti kursi misalnya, baru dikenakan PPN," jelasnya. "Namun, membebankan PPN pada tahap proses pengolahan intermediate justru menghambat daya saing dan perlu dikaji ulang." Implementasi kebijakan yang tepat sasaran, menurut Bambang, sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program hilirisasi dan peningkatan daya saing industri pertambangan Indonesia di pasar global.

Kesimpulannya, permasalahan yang dihadapi PT Timah mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam upaya hilirisasi di Indonesia. Regulasi yang rumit dan beban biaya yang tinggi, khususnya terkait royalti dan PPN, mengancam daya saing perusahaan dalam negeri dan perlu ditinjau kembali untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif bagi pertumbuhan sektor hilirisasi.

Rekomendasi: * Pemerintah perlu melakukan review menyeluruh terhadap regulasi yang berkaitan dengan hilirisasi. * Penyederhanaan proses perizinan dan rantai distribusi. * Pemberian insentif fiskal yang lebih kompetitif bagi industri hilirisasi. * Kajian ulang terhadap kebijakan pembebanan royalti dan PPN. * Peningkatan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program hilirisasi.